Ilustrasi/Picsora
Health

Ketika Ayah Berjarak Dengan Anak, Begini Cara Menyiasatinya

Yoseph Pencawan
Sabtu, 7 April 2018 - 06:58
Bagikan

Kehadiran sang ayah secara fisik, berinteraksi dan mengenal serta memahami anak-anaknya akan mendorong perkembangan dan penguatan moral anak. Tapi tak jarang karena alasan tertentu, sang ayah jauh dari anaknya.

Sosok ayah juga dapat berpengaruh bukan hanya saat anak sudah menginjak remaja, tetapi juga mulai dari semasa bayi sampai balita.

Anak yang sejak kecil berinteraksi dekat dengan ayah ketika kelak dewasa akan jadi sosok pribadi yang lebih simpatik, empatik, hangat, dan cenderung memiliki rasa percaya diri yang tinggi.

Cara ayah berinteraksi dengan anak-anaknya berbeda dari sang ibu. Umumnya, seorang ibu melakukan interaksi dengan anaknya lebih tenang, stabil dan lembut. Para ibu akan lebih cenderung memainkan permainan yang sudah lazim seperti cilukba, tepuk-tepuk tangan, membaca buku, menggerakkan mainan atau puzzle.

Sementara itu, bila dengan ayah, biasanya anak akan diajak bermain lompat-lompatan, memanjat, kuda-kudaan atau pesawat-pesawat terbang dengan mengangkat atau mengayunkan tubuh anak.

Keduanya memiliki cara dan perannya sendiri dalam mewarnai dunia anak-anaknya. Dalam keluarga, ayah akan menjadi panutan yang sangat dibutuhkan untuk anak sehingga sentuhan kasih ayah lebih memiliki kesan mendalam di hati anak-anak.

Tidak heran jika banyak dari para ayah menjadi pujaan hati oleh anak perempuannya. Anak perempuan akan belajar mengenai figur laki-laki dan memberikan sudut pandang mengenai laki-laki dari ayahnya.

Ayah dan ibu memiliki peran masing-masing yang saling mendukung dan membantu sehingga apabila salah satu fungsinya rusak, ada kemungkinan anak akan kehilangan identitas.

Termasuk bila seorang ayah berada jauh dari anak-anaknya. Dampak buruk dari kondisi itu dapat diminimalisir, terutama dengan teknologi informasi dan komunikasi.

Akademisi psikologi Muhamad Nanang Suprayogi berpendapat, bila berada ayah berada di tempat yang jauh, tetap diusahakan berkomunikasi lewat aplikasi perpesanan atau media sosial. “Disarankan tidak hanya komunikasi audio saja, juga secara visual [video call],” ujarnya.

Tatap muka secara virtual penting untuk tetap menumbukan dan menguatkan ikatan emosional antara ayah dan anak, terutama bila anaknya masih kecil. Saat komunikasi dijalin, sang ayah dapat menanyakan pada anak tentang hal-hal yang berkaitan dengan sekolahnya, guru-gurunya, teman-temannya atau hal-hal yang disukainya.

Saat sang anak bercerita, ayah perlu untuk menanggapi cerita tersebut, mencatatnya, dan bila perlu menghafal nama guru anaknya, nama teman-teman anaknya, pelajaran yang disukai anaknya, dan apa yang dikeluhkan anaknya.

Kemudian ayah harus memberikan kesempatan kepada anaknya untuk menceritakan sesuatu, apakah itu tentang nilai yang bagus atau pujian yang dia terima dari gurunya.

Ayah juga harus peka bila melihat anak kurang ceria, seperti sedang memendam sesuatu yang tidak menyenangkan. Berilah kesempatan anak untuk mencurahkan hati tentang kesedihannya, dengarkan dan kuatkan dia.

Bila sang ayah berkesempatan pulang, lanjut Nanang, perlu juga membawakan sesuatu atau oleh-oleh yang disukai anaknya. Setelah sampai di rumah dan bertemu anak, segera peluk dan cium anak dengan penuh kasih sayang.

“Ucapkan ayah sayang dan kangen pada anaknya. Ucapkan juga ayah senang karena bertemu lagi dengan mereka. Ayah perlu juga mengucapkan terima kasih ke mereka karena telah menjadi anak yang baik, menurut sama orang tua dan mau membantu ibu selama ayah jauh.”

Hal yang penting lain adalah menyempatkan waktu untuk jalan-jalan atau bersantai bersama keluarga. Mengajak anak-anak berekreasi tidak perlu ke tempat yang jauh atau mahal karena yang lebih mereka butuhkan adalah kebersamaan keluarga.

Sementara itu, psikolog Carla Adi Pramono mengatakan, bila memungkinkan ayah perlu untuk pulang ke rumah berkala dalam waktu yang tidak terlalu lama, terlebih jika masih memiliki anak yang masih kecil atau remaja.

Pada usia tersebut, penting anak belajar mengenai peran gender dan akan menjadi lengkap bila ada ayah sehingga anak tahu peran laki-laki atau perempuan dengan lebih baik.

Bila tidak memungkinkan, komunikasi via telpon pun bisa. Hanya saja, hal itu sangat terbatas sehingga tetap disarankan untuk hadir.

“Mungkin ada yang bilang, yang penting quality time, itu benar. Tapi kalau quality time-nya hanya setahun sekali, rasanya kurang. Kehadiran ayah secara fisik tetap dibutuhkan anak walau mungkin yang lebih banyak mengasuh adalah ibu.” (Yoseph Pencawan)

 

Penulis : Yoseph Pencawan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro