Ilustrasi/Sheknows
Health

Sama-sama Bekerja, Kenapa Suami-Istri Kerap Bertengkar?

Yoseph Pencawan
Sabtu, 5 Mei 2018 - 08:54
Bagikan

Pasangan suami dan istri yang sama-sama bekerja kerap dituduh jadi biang pertengkaran dalam keluarga. Namun, nyatanya bukan itu penyebab cek-cok utama.

Akademisi psikologi di Bina Nusantara University, Muhamad Nanang Suprayogi, mengatakan kecenderungan pertengkaran lebih dipengaruhi oleh seberapa besar masalah yang dialami oleh masing-masing dari mereka di tempat pekerjaan.

“Bila keduanya berada di tempat pekerjaan yang nyaman, maka mereka juga akan jarang mengalami pertengkaran saat di rumah,” tuturnya.

Apabila hanya suami yang bekerja, tetapi ia menghadapi banyak masalah dalam bekerja dan tidak selesai di tempat pekerjaan, maka masalah itu akan terbawa ke rumah dan mendorong adanya kecenderungan pertengkaran. Oleh sebab itu, kecenderungan pertengkaran di rumah tidak terkait langsung apakah keduanya bekerja atau tidak.

Selain seberapa besar masalah yang dihadapi di tempat bekerja, kecenderungan pertengkaran juga lebih dipengaruhi tingkat komunikasi pasangan suami-istri. Dalam kondisi ini, bisa jadi masalah muncul bukan di tempat kerja, tetapi mungkin di rumah, seperti perselisihan akibat perbedaan cara mereka dalam mendidik anak.

Bila suami-istri bekerja, hal terpenting yang harus dilakukan keduanya guna menekan pertengkaran adalah kemauan untuk saling memahami. Biasanya, wanita akan lebih mengedepankan perasaan dalam menghadapi masalah sehingga lebih banyak berbicara dan lebih mudah marah.

Sementara itu, kaum pria cenderung menonjolkan nalar atau logika sehingga bila pertengkaran terjadi, suami perlu menggunakan ‘teori layangan’, yakni sikap tarik-ulur dalam merespon persoalan tersebut.

Ketika emosi istri sedang memuncak, maka sang suami perlu mengendurkan sikapnya, tetapi saat istri mulai menurunkan tensinya, baru si suami bisa mengeluarkan penegasan yang lebih kuat. “Jangan kenceng-kencengan, nanti malah putus layangannya, terjadi pertengkaran hebat,” kata Nanang Suprayogi.

Suami harus bersikap tenang atau diam saat suasana hati istrinya sedang ‘panas’ sampai setelah semua uneg-uneg istri keluar, baru kemudian suami berbicara. Sikap ini perlu dilakukan suami karena kadang-kadang istri bersikap seperti itu karena hanya ingin didengarkan, dimengerti atau dipahami. Setelah itu lonjakan emosi wanita biasanya akan mereda.

‘Teori layangan’ tersebut sebenarnya juga bisa dilakukan oleh istri saat emosi suaminya sedang meninggi. Upaya untuk menekan potensi pertengkaran di dalam rumah tangga tidak hanya perlu dilakukan oleh suami, tetapi juga istri, baik keduanya bekerja ataupun tidak.

Salah satu solusinya perlu waktu yang diluangkan bersama, berlibur dari pekerjaan, dan berekreasi. “Tidak harus jauh, tidak harus mahal, yang penting keduanya merasa nyaman, tidak terus-menerus memikirkan pekerjaan.”

Suasana seperti itu diperlukan karena sepanjang waktu, kualitas kebersamaan suami-istri yang bekerja sangat minim. Bila mereka masih memiliki anak-anak yang masih kecil maka perlu dibawa juga, tetapi bila sudah besar, biasanya mereka juga memiliki kegiatan lain sehingga suami-istri berlibur cukup berdua saja.

Anak-anak yang masih kecil perlu dibawa karena justru bisa membuat suami-istri lebih segar seperti dengan melihat mereka bermain, berlari dan sebagainya. Keikutsertaan mereka juga dapat mengisi kembali energi suami-istri dalam menjalankan rutinitas pekerjaan.

Pada kondisi berbeda, bila istri yang bekerja tetapi suami di rumah, idealnya suami mendukung apa yang dilakukan oleh sang istri.

Nanang menilai, kondisi tersebut bukanlah persoalan yang berarti sepanjang suami ikut membantu mengurus pekerjaan rumah tangga, termasuk keperluan anak-anak di rumah dan bersekolah. Suami juga bisa melakukan pendampingan kepada istri seperti mengantar dan menjemput istrinya bekerja.

Tujuan dukungan dan pendampingan yang dilakukan suami, selain memberikan kenyamanan dan mengurangi keletihan dalam bekerja, juga agar sang istri tidak merasa sedang ‘diperas’ menafkahi keluarga.

BUTUH DIPAHAMI

Psikolog Tanti Diniyanti berujar, kerap terjadi suami dan istri sama-sama merasa butuh dipahami. Misalnya saat suami merasa letih bekerja dan setelah sampai di rumah ingin sudah disiapkan makanan dan sebagainya, padahal sang istri juga merasa capek karena pekerjaan di rumah yang tiada habisnya.

Namun demikian, ketika suami pulang bekerja, sebaiknya istri memang perlu mempersiapkan apa-apa yang dibutuhkan suami sedapat mungkin untuk menunjukkan perhatian.

Dengan begitu, meskipun merasa letih setelah bekerja, suami akan merasa lebih nyaman saat tiba di rumah sehingga apapun masalah yang terjadi dapat dibahas dengan komunikasi yang lebih baik. Sang istri sebaiknya juga tidak secara beruntun menyampaikan keinginannya kepada suami, tetapi pilih waktu yang tepat. (Yoseph Pencawan)

 

Penulis : Yoseph Pencawan
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro