Anemia pada ibu hamil menjadi perhatian serius lantaran dapat mempengaruhi kondisi janin, seperti berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, serta risiko kematian pada bayi dan ibu selama dan setelah persalinan.
Apalagi, ibu hamil memang rentan terkena anemia karena meningkatnya kebutuhan nutrisi guna memproduksi sel darah merah yang lebih banyak.
Pada umumnya, anemia selama kehamilan tergolong ringan dan mudah ditangani apabila ditemukan sedini mungkin. Namun, akibatnya bisa fatal terlambat diketahui dan tidak diobati.
Anemia secara umum memiliki arti tidak cukupnya sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Ketika jaringan tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen, maka fungsinya akan terganggu.
Studi yang dipublikasikan di The Lancet Global Health menyebut bahwa anemia dapat meningkatkan risiko kematian pada wanita hamil. Studi itu berdasarkan data dari 300.000 wanita di 29 negara oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Disebutkan bahwa wanita hamil dengan anemia berat dua kali lipat lebih rentan meninggal selama atau setelah melahirkan dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kondisi tersebut.
Anemia berat dapat menyebabkan dekompensasi sirkulasi, meningkatkan output jantung, peningkatan risiko perdarahan, dan penurunan kemampuan untuk mentolerir kehilangan darah, yang menyebabkan syok sirkulasi dan kematian.
Dalam Konvensi Anemia tahun lalu, diungkapkan bahwa prevalensi anemia pada wanita hamil usia 15 – 49 tahun di Asia Tenggara sebesar 48,7% (menyerang 11,5 juta orang), atau di atas rata-rata global. Secara global, terdapat 41,8% wanita hamil terkena anemia, hampir 60% kasus disebabkan kekurangan zat besi.
Konsultan Kebidanan dan Ginekologi Rumah Sakit Srinivas Priva India Rajapriya Ayyappan dalam ajang Kongres Dunia RCOG (Royal College of Obstetricians and Gynecologists) 2018 baru-baru ini di Singapura menyebut adanya keprihatinan global terhadap isu kesehatan ini.
Pasalnya, berdasarkan temuan WHO, terdapat 32,4 juta wanita hamil yang mengalami anemia dan sekitar setengah kematian pada wanita hamil diakibatkan anemia. Selain itu, sekitar setengah kematian akibat anemia di dunia terjadi di negara-negara Asia Selatan.
Anemia menjadi tantangan bagi kelompok masyarakat dengan status ekonomi yang rendah, maupun akibat gizi buruk, jarak kelahiran, diet yang salah, penyakit menular (malaria dan cacing) dan penyakit radang.
Sementara itu, ahli hematologi Monash Medical Centre Victoria Australia Michael Low menyebutkan bahwa penggantian zat besi bermanfaat bagi wanita sebelum dan selama kehamilan.
Efek pemberian zat besi harian pada wanita yang tidak hamil dapat membantu pemulihan kadar hemoglobin dan ferritin yang mengarah pada perbaikan IDA (iron deficiency anemia) secara keseluruhan.
“Peningkatan ini berhubungan dengan tingkat kelelahan yang berkurang secara signifikan, peningkatan kinerja olahraga, dan perbaikan gejala restless leg syndrom,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima Bisnis.
Low mengatakan pemberian zat besi pada saat kehamilan, terutama bagi mereka yang kekurangan zat besi, dapat mengurangi risiko kelahiran prematur dan meningkatkan bobot lahir bayi. “Bukti baru juga menunjukkan bahwa suplementasi mikronutrien multipel diperkirakan lebih baik daripada zat besi saja.”
Meski begitu suplemen zat besi dapat menyebabkan peningkatan efek samping gastrointestinal seperti konstipasi, diare dan perubahan warna tinja. (Asteria Desi Kartika Sari)