Berbanding lurus dengan fenomena subkultur Mod, tren koleksi Vespa semakin meningkat, termasuk dari kalangan muda. Kebanyakan dari mereka mengincar Vespa keluaran 1960-an.
Vespa yang dulu dikenal sebagai kendaraan kuno mulai muncul kembali dengan wajah baru yang lebih modern. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi perkembangan subkultur Mod juga di kalangan generasi muda.
Namun demikian, Vespa dan Mod tidak masuk berbarengan. Vespa disebut masuk lebih dahulu ke Indonesia dan dibeli bukan oleh kalangan buruh, bukan juga bentuk perlawanan kelas.
Salah satu tonggaknya adalah ketika Pasukan Garuda yang menyelesaikan tugas dalam misi perdamaian di Afrika. Mereka diberi Vespa Congo sebagai hadiah dari pemerintah sekitar 1960-an.
Dosen Universitas Padjadjaran yang juga pengamat budaya populer Justito Adiprasetio menyebut motor keluaran Piaggio itu mulai banyak di Tanah Air pada periode 1960-1970. Tetapi jelas, serbuan skuter ini tak ada kaitan dengan subkultur Mod.
Pasalnya, pembelinya adalah kalangan menengah atas. “Dan jangan lupa, waktu itu motor Jepang itu juga mulai masuk ke Indonesia. Mereka yang beli Vespa adalah yang cukup kaya daripada mereka yang hanya bisa beli motor Jepang,” katanya.
Barulah pada era 1990-an Vespa mulai menjadi subkultur lantaran jumlahnya yang sangat terbatas dan bengkelnya pun tidak banyak. Posisinya yang minoritas dibandingkan dengan motor Jepang ini membuat pemilik Vespa membangun jejaring komunitas.
Pada dekade 1980-1990-an harga Vespa mulai murah, terutama keluaran 1970 dan 1960-an. Orang malas membeli Vespa karena cukup rewel perawatannya seperti ganti busi dan tali kopling.
Menurut Justito, harga skuter ini mulai menanjak ketika pengaruh gaya hidup vintage yang suka barang dari masa lalu muncul sekitar 2004 atau 2005, salah satunya di Bandung.
Seri Vespa tahun 1960-an dan 1970-an pun mulai naik harganya karena gaya hidup anak. Perburuan Vespa klasik melambungkan harga dan muncullah kolektor-kolektor baru. Di Bali, ujar Justito, banyak orang Amerika atau Eropa yang memburu motor-motor klasik seperti keluaran tahun 1964.
Sementara itu, sisi subkulturnya Vespa juga tetap ada dan hidup, baik di kalangan muda kelas menengah maupun komunitas dari kelas bawah, seperti komunitas Vespa gembel.
Bagi Sentot Soe, Pendiri KUTU Community, kelebihan Vespa bukan hanya terletak pada kendaraannya, tapi juga pada solidaritasnya. “Siapa yang tidak tahu solidaritas ‘anak Vespa’? Mau mogok di mana pun pasti berhenti untuk bantu. Selain itu Vespa lebih punya lifestyle.”
KUTU sendiri adalah singkatan dari Ketika Usia Tidak jadi Urusan, sebuah komunitas Vespa yang berdiri 2014 di kawasan Kemang, Jakarta.
Komunitas lainnya adalah Vespa Cowboys Indonesia yang berdiri sejak 2015, yang awalnya ini adalah nama komunitas skuter di Belanda. Setelah mendapat izin, barulah Vespa Cowboys hadir di Tanah Air.
Kepala Divisi Humas Vespa Cowboys Indonesia Ruben Siagian menyebut anggotanya rata-rata anak muda, seperti pelajar SAM dan mahasiswa. Namun diakuinya dari 40-an anggota hanya 25 yang aktif.
Menurut Ruben, harga Vespa klasik memang terus naik karena semakin sedikit dan pemilik tidak butuh uang. “Punya uang pun belum tentu ada barangnya yang sedang dijual.”
LEBIH MAHAL
Sejalan dengan semakin perburuan barang ‘antik’ ini membuat harga Vespa kuno bekas yang beberapa tahun lalu masih bisa didapat dengan harga Rp5 juta, saat ini bisa ditawarkan puluhan bahkan ratusan juta, alias lebih mahal dari Vespa keluaran baru.
Saat ini, Vespa generasi lama kebanyakan ditawarkan pada kisaran harga Rp50 juta—Rp85 juta. Padahal, keluaran baru seperti S125, Primavera, atau Sprint dipatok dengan harga masing-masing Rp31 juta, Rp38 juta, dan Rp40 juta.
Skuter buatan Piaggio yang paling banyak diincar adalah tipe Kongo, Super, Sprint, dan PX. Selain itu, tipe yang banyak diburu kolektor adalah Special 90cc (Darling) dan Gran Lusso yang diluncurkan pada dekade 1960-an atau era di mana subkultur Mod merajai dunia.
Kolektor Vespa dengan harga fantastis juga merambah ke kalangan pesohor. Misalnya saja Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin yang menjadi salah satu dari hanya 20 kolektor Vespa 946 di Indonesia.
Vespa miliknya merupakan edisi khusus hasil kolaborasi dengan Giorgio Armani. Sekadar catatan, Vespa 946 merupakan versi termahal di dunia dengan harga mencapai lebih dari Rp199 juta.
Para pemilik Vespa 946 yang cukup langka di Tanah Air itu pun membentuk komunitas yang dinamai 946 Owner Club Indonesia.
Sekjen 946 Owner Club Indonesia Ruben Michael mengklaim komunitasnya adalah satu-satunya klub pengguna Vespa 946 di dunia. “Hingga saat ini anggota kami juga masih terbilang sedikit sekitar 46 orang lebih.”
Vespa 946 yang hadir di Indonesia sejak 2014 memiliki empat versi yaitu Vespa 946 Ricordo Italiano, Vespa 946 Bellisima, Vespa 946 Emporio Armani dan yang terakhir Vespa 946 RED Edition. Seluruh varian Vespa 946 ini dibuat oleh Piaggio dalam jumlah terbatas di seluruh dunia.
Untuk yang RED Edition tahun ini dijual dengan harga Rp196 juta. Harga bekasnya juga setiap tahun semakn naik.
Ruben menyebut Vespa 946 bisa dikatakan handmade yang dibuat langsung oleh Piaggio Itali. Sementara itu, Vespa lainnya di Indonesia kebanyakan diimpor dari pabrik Piaggio di Vietnam.
Bagi kolektor, naik-turunnya harga tidak terlalu menjadi perhatian karena tujuannya tidak untuk berjualan. Kolektor Vespa Bimo Soekrisno menyebut bahwa yang membuat naik atau turun harga adalah broker. Apalagi jika kondisi catnya asli, maka semakin tinggi pula harganya.
Vespa, kata Bimo, lebih berharga badannya dari pada mesinnya. “Karena kalau body itu tidak bisa dicari di mana-mana, kalau mesin masih bisa dicari. Buat saya, kewajiban mengambil unit adalah body Vespanya, baru lihat mesinnya.”
Popularitas Vespa dan subkultur yang terbentuk tersebut ternyata mendahului sang agen pemegang merek Vespa, PT Piaggio Indonesia, yang baru masuk ke Tanah Air pada 2011.