Dari kiri ke kanan: Ketua PB Perhimpunan Reumatologi Indonesia Sumariyono, Ketua Yayasan Lupus Indonesia Tiara Savitri, Direktur P2 Penyakit Tidak Menular Cut PutriArianie dan Asjikin Iman Hidayat, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes saat paparan tentang penyakit Lupus di Jakarta, Selasa 8 Mei 2018./JIBI-Yoseph Pencawan
Health

7 dari 100 Pasien Lupus Punya Keluarga Dekat Berpenyakit Sama

Yoseph Pencawan
Selasa, 8 Mei 2018 - 22:28
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Lupus Eritematosus Sistemik atau LES memiliki sebaran gambaran klinis yang luas serta tampilan penyakit yang beragam sehingga sering menimbulkan kekeliruan dalam upaya mengenalinya.

Asjikin Iman Hidayat, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes mengungkapkan LES dapat menyerang jaringan serta organ tubuh mana saja dengan tingkat gejala yang ringan hingga parah.

"Meski hingga kini faktor risiko LES belum diketahui secara jelas, tetapi faktor genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan diduga memegang peran penting sebagai pemicu," paparnya kepada pers terkait dengan Peringatan Hari Lupus Dunia, di Kantor Ditjen P2PTM Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Dari faktor fenetik, sekitar 7% pasien LES memiliki keluarga dekat (orang tua atau saudara kandung) yang juga didiagnosis penyakit yang sama. Sedangkan faktor risiko lingkungan a.l. infeksi, stres, makanan, antibiotik (khususnya kelompok sulk dan penisilin), cahaya ultraviolet (matahari), penggunaan obat-obatan tertentu, merokok serta paparan kristal silica.

Jika dilihat dari faktor risiko hormonal, umumnya perempuan lebih sering terkena penyakit LES dibandingkan dengan laki-laki. Meningkatnya angka pertumbuhan penyakit LES sebelum periode menstruasi atau selama kehamilan mendukung dugaan hormon estrogen menjadi pencetus penyakit LES.

LES memiliki gejala yang mirip dengan penyakit lain sehingga sulit untuk dideteksi. Tingkat keparahannya pun beragam mulai dari ringan hingga yang mengancam jiwa. Gejala LES dapat timbul secara tiba-tiba atau berkembang secara perlahan. Pasien LES juga dapat mengalami gejala yang bertahan lama atau bersifat sementara, sebelum akhimya kambuh lagi.

Kesulitan dalam upaya mengenali LES sering kali mengakibatkan diagnosis dan penanganan yang terlambat. Penyakit ini juga menjadi beban sosio-ekonomi bagi masyarakat dan negara karena memerlukan penanganan yang tidak sederhana dan melibatkan banyak bidang keahlian. Selain itu biaya perawatannya pun mahal dan perlu dilakukan seumur hidup.

Penulis : Yoseph Pencawan
Editor : Fajar Sidik
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro