Bisnis.com, JAKARTA – Diet ketogenik atau diet keto telah dikenal luas dapat membantu menurunkan berat badan dengan cepat lewat pembatasan asupan karbohidrat.
Karena sifatnya yang rendah karbohidrat, diet ini menunjukkan pendekatan yang efektif untuk membantu penderita diabetes dalam mengontrol gula darah. Namun, tren ini tampaknya berubah di masa depan, terutama bagi wanita.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa wanita sebenarnya tidak mendapatkan manfaat dari diet tinggi lemak dan sangat rendah karbohidrat ini.
Temuan ini dipresentasikan pada pertemuan ENDO 2019 baru-baru ini di Endocrine Society di New Orleans, La., mengutip informasi dari Medicaldaily, Senin (25/3/2019).
Studi menunjukkan bahwa wanita lebih kecil kemungkinannya untuk menurunkan berat badan saat mengikuti diet keto.
Para peneliti menemukan bahwa diet semacam itu dapat menyebabkan masalah dalam kontrol gula darah mereka.
“Hasil ini dapat membantu menjelaskan perbedaan dalam tingkat keberhasilan diet ini di semua jenis kelamin,” ujar Jesse Cochran, peneliti utama studi dan asisten peneliti di University of Iowa di Iowa City.
Diet ketogenik awalnya diperkenalkan untuk membantu mengobati penderita epilepsi. Diet ini dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan protein, yang mendorong tubuh untuk beralih dari membakar karbohidrat menjadi membakar lemak yang tersimpan.
Untuk studi terbaru ini, para peneliti menganalisis bagaimana diet memengaruhi tikus jantan dan betina. Tim memberi makan hewan-hewan dengan diet ketogenik dan diet biasa sebagai kontrol.
Makanan untuk diet kontrol terdiri dari 7 persen lemak, 47 persen karbohidrat, dan 19 persen protein berdasarkan massa, sedangkan makanan keto berupa 75 persen lemak, 3 persen karbohidrat, dan 8 persen protein berdasarkan massa.
Setelah 15 minggu, tikus betina dengan diet keto tidak menunjukkan perubahan dalam berat badan dan telah mengganggu kontrol gula darah.
Sementara itu, tikus jantan yang menerima diet yang sama muncul dengan penurunan berat badan dan mempertahankan kontrol gula darah.
Para peneliti juga mencoba mengeluarkan ovarium dari beberapa tikus betina untuk melihat apakah estrogen berperan bagi tubuh dalam merespons diet ketogenik.
Hasil menunjukkan bahwa tikus tanpa ovarium dan diet keto memiliki berat badan dan lemak tubuh yang lebih rendah.
“Temuan ini menunjukkan bahwa wanita pascamenopause berpotensi mengalami hasil penurunan berat badan yang lebih baik dengan diet ketogenik dibandingkan dengan wanita yang lebih muda,” jelas Cochran.
Meskipun penelitian dilakukan pada hewan, tim peneliti menyarankan orang harus mempertimbangkan hasil penelitian tersebut dengan bertemu dokter atau ahli untuk membahas rencana untuk mengikuti diet keto. Sebab, masalah yang sama ditemukan pada tikus juga dapat terjadi pada manusia.