Bisnis.com, JAKARTA—Sempat merasakan menjadi relawan food bank di Kanada, Idho Meilano tergerak untuk melakukan hal serupa di Indonesia.
Sepulangnya dari Kanada, dia dihadapkan pada situasi kekurangan pangan yang banyak menimpa keluarga dan anak di Indonesia.
Inilah yang menjadi dasar tercetusnya gerakan Indonesia Food Bank yang bermula di Serang, Banten. Kini gerakan ini sudah berkembang di berbagai wilayah Bandung, Bogor, Banyumas, Sumbawa, dan lain-lain.
Menurutnya inspirasi gerakan food bank di luar negeri memang luar biasa. Idho mencontohkan bahwa food bank di luar negeri biasanya sudah secara kontinu menerima donasi makanan berlebih atau makanan mendekati expired dari industri atau vendor makanan untuk disalurkan kepada masyarakat yang kelaparan.
Namun, Idho menilai gerakan food bank di Indonesia belum mampu mengarah ke gerakan di luar negeri itu.
“Karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang food bank, juga minimnya pengetahuan mengenai food waste,” ujarnya. Kalau di Indonesia menurutnya gerakan food bank masih sebatas menerima sumbangan makanan.
Itulah sebabnya Idho memilih untuk mengamati dan meniru gerakan food bank dari luar negeri tetapi memodifikasinya dengan strategi lain.
Strategi Idho melalui Indonesia Food Bank adalah dengan fokus kepada anak-anak berstatus gizi buruk.
“Kalau di luar negeri tidak ditemui orang yang gizi buruk, tetapi di Indonesia ada, sehingga fokus kami adalah memerangi kelaparan dan gizi buruk itu,” kata Idho.
Indonesia Food Bank juga mengumpulkan makanan layak makan dari berbagai pihak dan menyalurkannya ke orang yang membutuhkan.
Secara kontinu, Indonesia Food Bank mengumpulkan data dan informasi mengenai anak gizi buruk di suatu daerah.
Setelah itu, tim Indonesia Food Bank bersama ahli gizi akan menyambangi kediaman anak tersebut dan melakukan pendampingan bagi orang tua untuk memperbaiki status gizi anak.
“Bagaimana caranya anak ini supaya bisa sehat kembali, kami lakukan segala upaya itu,” katanya. Biasanya masyarakat setempat akan melaporkan keluarga yang memiliki anak gizi buruk tersebut, kemudian tim Indonesia Food Bank bergerak untuk menolong mereka.
Tim relawan kemudian melakukan pendampingan gizi secara kontinu setiap minggu hingga anak sehat kembali. Tak hanya anak gizi buruk, Indonesia Food Bank juga menyalurkan makanan untuk lansia yang tinggal sendirian, dan masyarakat tidak sejahtera.
“Pendampingan gizi sampai tuntas adalah fokus utama kami, kami tidak ingin hanya sekadar memberi makanan lalu pergi,”katanya lagi. Sejauh ini sebanyak 15 anak yang mengalami gizi buruk telah menerima pendampingan khusus gizi.
Puluhan ribu orang telah menjadi penerima manfaat dari kegiatan Indonesia Food Bank ini. Termasuk juga relawan yang secara berkelanjutan menjadi donatur tetap dalam gerakan ini.
Terkadang karena kesulitan jarak dan waktu untuk mendonasikan makanan, banyak donatur yang memberikan uang.
Akan tetapi, Indonesia Food Bank akan menggunakan uang itu untuk pembelian bahan makanan untuk disalurkan kembali. Idho mengatakan bahwa sekalipun donatur memberi dalam bentuk uang, bentuk donasi yang diterima oleh penerima manfaat dari gerakan ini selalu berbentuk pangan.
“Kami juga memiliki semacam ‘lumbung’ makanan dari katering, restoran, dan rumah tangga, tetapi belum kontinu karena tidak semua orang menyadari tentang pentingnya food bank, ini masih menjadi kendala besar,” katanya lagi.
Masalah kelaparan dan gizi buruk ini dinilai Idho belum mendapat perhatian sepenuhnya dari pemerintah. Bahkan, selama terjun di lapangan untuk menolong anak gizi buruk, tak jarang gerakan Indonesia Food Bank mendapat perlawanan dari pemerintah setempat.
“Umumnya karena pemerintah merasa malu karena ternyata di daerahnya kedapatan masih ada yang berstatus gizi buruk,” kata Idho.
Terkadang di lapangan, tim relawan menemukan pihak pemerintah maupun Puskesmas malah menekan orang tua anak yang gizi buruk tersebut. Menurutnya sebagian pemerintah daerah belum mampu membuka tangan untuk bekerja sama.