Bisnis.com, JAKARTA - Layanan konsultasi kesehatan yang dilakukan secara daring melalui sejumlah platform digital makin menjamur di Tanah Air. Namun, kehadiran platform tersebut belum didukung oleh regulasi yang memadai dan tentunya berpotensi mengancam keselamatan dari penggunanya.
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih mengatakan sampai saat ini belum ada regulasi yang secara khusus mengatur bagaimana hubungan antara penyedia layanan dengan pengguna atau pasien yang berkonsultasi secara daring.
Menurutnya, pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan harus segera mengeluarkan regulasi terkait yang sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) agar masyarakat bisa terhindar dari layanan konsultasi kesehatan yang dilakukan oleh pihak yang tidak kompeten.
“Harus dibuat regulasi untuk meyakinkan bahwa seluruh tenaga medis atau tenaga kesehatan yang bergabung di platform itu harus dijamin bahwa itu memang benar-benar dokter. Dokter ini pun harus kredibel, tolok ukur yang paling gampang adalah punya Surat Tanda Registrasi (STR) dan punya Surat Izin Praktik (SIP) di tempat praktiknya masing-masing,” katanya di Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Menurut Daeng, saat ini bentuk pelayanan kesehatan daring atau disebut juga sebagai telemedicine yang diatur oleh pemerintah hanya sebatas antarpenyedia layanan kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 20/2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Berdasarkan beleid tersebut, telemedicine hanya didefinisikan sebagai pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh tenaga profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, serta pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.
“Permenkes yang baru sekitar 1 bulan [diterbitkan] itu hanya mengatur bagaimana provider to provider, bukan provider to client seperti yang dilakukan oleh platform digital yang banyak muncul ini,” tegasnya
Lebih lanjut, Daeng menyatakan pihaknya mendukung sepenuhnya kehadiran dari layanan konsultasi kesehatan daring melalui platform digital karena bisa menjadi solusi untuk pemerataan akses kesehatan di Tanah Air. Selain itu, adanya layanan tersebut juga memungkinkan masyarakat untuk memperoleh informasi kesehatan dan pertolongan pertama dalam kondisi tertentu dengan mudah dan cepat.
“Tetapi yang perlu diingat adalah tidak hanya bebicara soal kecepatan saja, jaminan kualitas dan keselamatan ini juga harus didiskusikan. Akses [layanan konsultasi kesehatan secara daring] bisa dibuka selebar-lebarnya tapi harus diintervensi untuk mengeliminasi hal negatif yang muncul, seperti penjelasan yang justru menyesatkan,” ujarnya.
Adapun, untuk memberikan jaminan keselamatan bagi pengguna layanan konsultasi kesehatan daring menurut Daeng perlu ada pembatasan yang jelas sejauh mana tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter kepada pengguna layanan atau pasien. Dia menegaskan bahwa dokter tidak diperbolehkan melakukan diagnosis pasti dan meresepkan obat melalui layanan tersebut.
“Tidak boleh ada diagnosis pasti dan meresepkan obat. Merekomendasikan obat mungkin boleh, tetapi sebatas obat bebas yang memang bisa dibeli tanpa resep dokter. Jika pasien ingin mendapatkan diagnosis pasti, bisa diminta untuk datang ke tempat praktiknya. Oleh karena itu, di awal saya tegaskan bahwa dokter yang ada di platform itu harus punya SIP,” paparnya.
Daeng menambahkan PB IDI siap apabila diminta oleh Kemenkes untuk melakukan verifikasi terhadap dokter yang menyediakan layanan konsultasi kesehatan daring melalui platform digital. Selain itu, pihaknya juga bersedia untuk melakukan kurasi konten-konten mengenai kesehatan yang dibagikan di platform tersebut untuk menghindari kesalahan informasi.
“Karena perlu dipastikan apakah informasi kesehatan yang di-share itu kredibel atau tidak. Kami tidak menghambat kemajuan, tetapi hanya menjaga agar layanan kesehatan berbasis digital ini sesuai koridor dan tentunya terjamin kualitas dan keamanannya,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Agus Hadian Rahim menyebut layanan konsultasi kesehatan daring yang dikembangkan oleh perusahaan rintisan (start-up) telah memberikan banyak manfaat kepada masyarakat Indonesia.
Selain mempermudah akses, menurutnya layanan tersebut bisa menjadi solusi untuk mengatasi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akibat program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
“Platform digital ini bisa menjadi langkah untuk mengurangi beban JKN-KIS atau BPJS Kesehatan. Masyarakat yang merasa kurang enak badan atau mulai sakit jadi tidak langsung mendatangi fasilitas kesehatan. Kami sedang mengajukan kajian supaya platform digital bisa menjadi bagian dari pelayanan kesehatan di Indonesia,” katanya di Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Adapun Kemenkes telah mengembangkan platform layanan konsultasi kesehatan digital Sehatpedia yang bekerjasama dengan salah satu perusahaan rintisan, PT Good Doctor Technology Indonesia (GoodDoctor). Ruang lingkup kerja sama yang dilakukan antara Good Doctor dan Kementerian Kesehatan mencakup kolaborasi bersama dalam pengembangan layanan kesehatan berbasis digital, termasuk pengembangan fitur.
“Hanya untuk konsultasi saja, untuk pemberian rekomendasi obat jelas tidak bisa dilakukan. Demikian juga dengan platform digital serupa lainnya, layanan yang diberikan jangan sampai bertentangan dengan regulasi kesehatan yang ada di Indonesia atau etika profesi dokter. Digitalisasi tidak bisa dibendung dan harus didukung tetapi harus mementingkan keselamatan,” paparnya.
Adapun terkait dengan regulasi khusus berupa Permenkes yang nantinya akan mengatur layanan konsultasi kesehatan daring, Agus menyebut beberapa waktu lalu Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah melakukan pertemuan dengan sejumlah platform digital yang menyediakan layanan tersebut dan PB IDI.