Pengguna Telkomsel menyaksikan perayaan Cap Go Meh di Singkawang menggunakan aplikasi Maxstream/Telkomsel
Entertainment

Perang Konten Netflix vs HOOQ

Ria Theresia Situmorang
Minggu, 12 Januari 2020 - 11:19
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – “Dulu langganan HOOQ, tapi tidak dilanjutkan. Sekarang hanya Netflix,” ungkap Wilson, salah satu karyawan swasta berusia 26 tahun, yang setidaknya mengundang rasa penasaran Bisnis.com untuk mengulik lebih jauh mengenai preferensi konten video yang ia tonton saat ini.

Setelah dicecar dengan berbagai pertanyaan, Wilson akhirnya mengungkapkan alasan mengapa kini ia lebih memilih memakai layanan streaming video-on-demand (VoD), Netflix dibandingkan dengan HOOQ.

“(HOOQ) banyak menayangkan kembali yang sudah pernah tayang di bioskop atau di TV. Jadi sudah pernah di tonton. Buat apa langganan? Kebaruannya sangat minim,” ujar Wilson melanjutkan pada sore itu, Jumat (10/1/2020).

Senada dengan Wilson, Nurul Hanna, seorang penggemar film dan serial luar negeri berusia 25 tahun mengatakan, dulunya ia pun pernah berlangganan HOOQ. Sebelum akhirnya memberhentikannya, karena alasan memiliki terlalu banyak platform video streaming berbayar.

“Sempat join HOOQ, karena mau ikutin serial Korea dan film lokal. Tapi jarang saya tonton, malas kebanyakan OTT (over-the-top). Saya setia pada Netflix, lagian juga saya sibuk,” tutur Nurul Hanna kepada Bisnis.com pada Sabtu (11/1/2020).

Perang Konten Netflix vs HOOQ

Netflix - Dok. Bloomberg

Beda Strategi Gaet Pelanggan

Survey yang dilakukan Nakono, sebuah perusahaan Jepang yang melakukan riset dan analisis mendalam mengenai teknologi digital dan internet berpengaruh terhadap industri media menyebutkan jumlah pelanggan Netflix di Indonesia akan mencapai 906.800, meningkat 88,35 persen dibandingkan tahun 2019.

Entitas ini diperkirakan akan membukukan pendapatan sekitar US$76,6 juta atau Rp1,05 triliun, dengan kenaikan sebesar 196 persen, di Indonesia pada tahun 2020, dikutip dari sumber yang sama.

Sementara itu, Hera Laxmi Devi Septiani, Head of Marketing HOOQ Indonesia menyebutkan platformnya memiliki pengguna yang jauh lebih banyak dari Netflix di Indonesia dengan 40 juta pengguna yang terdaftar dengan klaim kenaikan revenue mencapai 100 persen year-on-year (YoY).

Wilson mengakui pertama kali ia mendaftarkan diri di akun HOOQ adalah karena promosi awal berlangganan gratis di awal perilisannya.

“Awalnya karena gratisan, waktu awal launch sehabis itu berlanjut ke bayar via pulsa. Karena (metode pembayaran pulsa) aku pasca bayar, jadi dia tambah-tambah tagihan saja,” ujar Wilson.

HOOQ sendiri menuturkan platform-nya memiliki metode pembayaran yang paling lengkap dibandingkan dengan entitas lain di industri yang sama, yakni mulai dari transaksi melalui kartu debit, dompet digital seperti Gopay, OVO hingga pulsa.

“Tarif juga pilihannya banyak, bisa harian cuma Rp3.500, bisa mingguan Rp24,000, bisa bulanan Rp69.000, ada yang tahunan juga. Banyak sekali pilihannya,” ujar Devi.

Sementara Netflix memberikan penawaran berupa free 1 month trial bagi calon pelanggannya. Namun sayang, setelah masa trial habis, layanan VoD ini hanya menerima pembayaran melalui transaksi kartu kredit atau debit berlogo visa.

Netflix pun memberikan empat opsi pembayaran yakni paket premium untuk empat layar sejumlah Rp169.000, paket standar yakni Rp139.000 untuk dua layar, paket dasar Rp109.000 untuk satu layar, dan paket ponsel Rp49.000 yang diperuntukkan hanya untuk satu layar televisi.

“Jika dibandingkan dengan HOOQ atau Iflix, tentu Netflix lebih mahal. Tapi jika dibandingkan dengan film dan series yang di tampilkan, harganya sesuai. Namun kalau seandainya bisa lebih murah, kenapa tidak,” ujar Wilson.

 

Perang Konten Netflix vs HOOQ

HOOQ - Dok. play.google.com

Beda Konten yang Ditawarkan

Sementara itu, HOOQ Indonesia mengukuhkan diri sebagai layanan media yang memiliki ribuan konten lokal Indonesia, Netflix sendiri diperkirakan masih tertinggal dalam keberagaman konten lokal yang memang menjadi pasar yang cukup potensial di Tanah Air.

“HOOQ punya konten lokal Indonesia jumlahnya ribuan, detailnya saya kurang tahu persis,” ujar Hera Laxmi Devi Septiani, Head of Marketing HOOQ Indonesia kepada Bisnis.com.

Devi membeberkan saat ini entitas yang juga tersebar di lima negara ini, sudah memiliki dua serial orisinal lokal Indonesia yakni Cek Toko Sebelah season 1 dan 2, serta Brata season 1.

“Cek Toko Sebelah season 1 penontonnya sampai 100 juta lebih, kemudian animonya sangat tinggi. Sehingga, kita produksi lanjutannya season kedua, sampai saat ini penontonnya sangat banyak,” lanjut Devi.

Lebih lanjut, Devi mengungkap pasar Indonesia saat ini memang lebih menyukai konten lokal Indonesia dibandingkan dengan konten luar negeri, dengan genre drama romantis pada urutan pertama.

“Peringkat pertama penontonnya, film Dear Nathan Hello Salma, Matt & Mou kemudian ada Milly & Mamet,” tutur Devi.

Sementara itu, dari kubu Netflix, film The Night Comes for Us menjadi konten film Indonesia orisinal pertama yang dimiliki Netflix.

Secara garis besar, entitas yang bermarkas di Los Angeles, Amerika Serikat itu memang membidik pasar penikmat konten luar negeri. Menurut data keterbukaan informasi Netflix secara global pada kuartal ketiga tahun 2019 lalu, konten orisinal serial Netflix, Stranger Things 3 menjadi serial yang paling banyak ditonton dengan 64 juta pengguna menyaksikannya dalam 4 minggu pertama.

Dalam usaha berekspansi di tengah penetrasi pasar internasional, Netflix juga meraih kesuksesan dengan perilisan Money Heist, serial asal Spanyol yang sudah ditonton 44 juta pengguna dalam empat minggu pertama perilisannya dan ditetapkan sebagai serial tidak berbahasa inggris yang paling banyak ditonton.

Netflix sendiri mengklaim pihaknya sudah merilis 100 season berbahasa lokal di 17 negara, dan berencana menambah lebih dari 130 season lagi pada tahun 2020.

Nurul Hanna, pencinta serial Netflix seperti YOU dan The End of the F***king World pun mengakui kalau dirinya berlangganan Netflix murni karena ia hanya tertarik dengan konten asal luar negeri.

“Konten lokal jarang saya tonton. Kaya, ngapain gitu? Apa ya, nggak tertarik. Saya langganan Netflix karena mau konsumsi konten luar,” ungkapnya sambari tertawa.

Perang Konten Netflix vs HOOQ

Unggahan media sosial HOOQ - Dok. Instagram @hooq.id

Beda Cara Promosi Konten

Diakui dalam hal promosi konten, Netflix jauh lebih unggul dari HOOQ dalam hal interaksi kepada pelanggan atau calon pelanggannya dalam mempromosikan kontennya melalui media sosial.

Hal ini terlihat dari jumlah pengikut akun media sosial Netflix Indonesia di Twitter hingga Minggu (12/1/2020) mencapai angka 141,5 ribu, sedangkan HOOQ hanya memiliki 4,4 ribu pengikut.

Akun media sosial Netflix sangat aktif memberitahukan pembaharuan konten dan berinteraksi dengan pengikutnya dengan bahasa yang ringan dan mudah dicerna, sedang HOOQ terlihat kurang memanfaatkan peluang ini.

Beberapa kali konten Netflix bertengger di daftar trending topic Twitter wilayah Indonesia, seperti serial asal Korea Selatan, Reply 1988 pada Jumat (10/1/2020) malam menjadi trending topic karena unggahan pembaharuan konten Netflix Indonesia pada saat itu. Kelihaian Netflix menjajaki pasar dengan pendekatan promosi konten melalui media sosial juga harusnya menjadi pukulan telak bagi pelaku dalam industri yang sama dalam memanfaatkan media sosial.

Menilik dari jumlah akun media sosial Instagram pun, Netflix tetap unggul dengan 183 ribu pengikut hingga Minggu (12/1/2020) sedang HOOQ tertinggal dengan kepemilikan 93 ribu pengikut.

Netflix, pada Kamis (9/1/2020) lalu pun berinisiatif menciptakan sinergi dengan pemerintah dan pelaku perfilman Indonesia dengan pengumuman menggandeng Kemendikbud melalui program Script to Screen dengan investasi sebesar US$1 juta atau Rp14 miliar dengan mengirim 10 penulis skenario ke kantor pusat Netflix di Hollywood, Amerika Serikat.

Namun, cara ini sebenarnya sudah lama dipakai HOOQ di Indonesia melalui ajang HOOQ Filmmaker Guild sebagai bentuk pelatihan dan kompetisi yang akan diadakan untuk season ke-4 nya tahun ini. Juri untuk kompetisi ini pun berasal dari lima negara yang mengadopsi platform HOOQ yakni sineas yang berasal dari Indonesia, India, Thailand, Filipina dan Singapura.

Perang Konten Netflix vs HOOQ

Unggahan media sosial Netflix - Dok. Instagram @netflixid

Kendala Netflix

Sementara itu, HOOQ terlihat masuk ke dalam pasar layanan video streaming di Indonesia tanpa halangan yang berarti, Netflix terus menjadi incaran pemerintah dan pelaku industri operator seluler karena banyak persoalan yang menanti mulai dari rencana pengawasan, pembayaran pajak hingga pemblokiran oleh Telkom Grup.

Meski merasa tidak dirugikan, pemblokiran oleh layanan Telkom Grup melalui jaringan Telkomsel dan Indihome pada Netflix dianggap paling meresahkan bagi pengguna kedua layanan ini.

“Ya, merasa tidak nyaman. Soalnya kalau lagi dimana, dan tempatnya menggunakan Indihome, saya suka kesal tidak bisa nonton Netflix. Kalau provider XL saya habis paketnya, juga nggak bisa nonton,” ujar Nurul Hanna.

“Saya keberatan. Untuk provider jaringan seluler saya menggunakan Telkomsel. Jadi akses untuk ke Netflix terbatas hanya untuk wifi non-Telkom Grup. Jadi, terpaksa harus download dulu yang akhirnya memakan memory handphone. Padahal berlangganan Netflix tujuannya selain untuk mendapat series menarik, juga agar bisa streaming. Tapi ternyata masih terganjal,” pungkas Wilson.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro