Bisnis.com, JAKARTA – Kesenjangan gender di Indonesia antara laki-laki dan perempuan masih terjadi dan membutuhkan komitmen segenap elemen masyarakat khususnya media massa untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF) 2020, secara umum skor Kesenjangan Gender Global berdasarkan jumlah penduduk, berada pada posisi 68,6 persen. Hal ini menandakan, masih ada 31,4 persen kesenjangan yang menjadi pekerjaan rumah bersama masyarakat global. WEF menyatakan bahwa Indonesia masih berada pada peringkat 85 untuk gender gap tersebut.
Adapun indikator kesenjangan tersebut sendiri dari empat dimensi yaitu; kesempatan memperoleh pendidikan, kesehatan, partisipasi ekonomi, dan pemberdayaan politik. Secara umum, kesenjangan paling besar adalah indikator kesempatan dan partisipasi ekonomi sebesar 58 persen, disusul pemberdayaan politik sebesar 25 persen.
Pada sisi lain, indikator untuk kesempatan memperoleh pendidikan sebesar 97 persen dan kesehatan adalah 96 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyatakan Indeks Pemberdayaan Gender dengan alat ukur menempatkan perempuan sebagai tenaga profesional di Indonesia pada 2019 masih pada kisaran 35 persen sampai 55 persen saja.
Adapun angka terendah berada di Papua sebesar 35,7 persen dan angka tertinggi ada di Sumatra Barat dengan persentase 55,4 persen. Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi yang idealnya menjadi barometer pemberdayaan perempuan justru hanya mencatatkan angka 47,3 persen.
Badan Pusat Statistik juga menyatakan, dalam Laporan Perekonomian 2019 kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan masih terjadi di dunia kerja. Upah untuk pekerja laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Adapun selama periode 2015 sampai Februari 2019 selisih upah mencapai Rp492.200.
Ketua Divisi Gender, Anak dan Kelompok Marjinal Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Endah Lismartini menyatakan sejumlah permasalahan ekonomi yang melilit perempuan diakibatkan oleh sejumlah faktor.
Misalnya saja, yang paling mendasar adalah perempuan melakukan beban kerja yang sama dengan laki-laki namun tak ada penempatan dan kesempatan berkarir yang sama antara laki-laki dan perempuan.
“Kondisi itu biasanya mulai tak stabil dengan alasan setelah menikah perempuan akan hamil dan punya anak,” ujar Endah di Hong Kong Café, Menteng, Minggu (8/3/2020).
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, media memiliki peran yang signifikan. Dia mengutip dari Indeks Sensitif Gender untuk Media dari Unesco pada 2012 lalu, media berpotensi menyebarkan dan melanggengkan atau sebaliknya membongkar dan memperbaiki ketimpangan dan stereotip gender.
Lebih jauh lagi baik disadari maupun tak disadari, bias pandangan yang muncul pada para profesional media baik lelaki maupun perempuan, terjadi karena kurangnya kapasitas untuk membuat laporan tentang perempuan dan gender secara lebih luas.
Oleh sebab itu, media memiliki peran untuk meningkatkan perspektif kesetaraan gender dalam pemberitaan dan wacana sehingga membantu memperbaiki ketimpangan gender dalam masyarakat.