Bisnis.com, JAKARTA - Selalu ada makna di balik sebuah foto. Hal inilah yang membuat Gregorius Antar Awal atau kerap disapa Yori Antar jatuh hati kepada fotografi. Pria yang dikenal sebagai pendekar arsitektur nusantara melalui proyek rumah asuhnya ini ternyata sudah lama menyukai dunia potret memotret.
"Satu foto bisa menjadi 1000 kata. Dari SMP saya suka fotografi. Semenjak kuliah saya bikin buku bersama teman-teman saya si Jay dan sebagainya," ujarnya kepada Bisnis.
Ya, saat kuliah, Yori dan Jay sering kali melakukan perjalan untuk mengetahui arsitektur dunia.
Dalam perjalanan itu, dia selalu mendokumentasikannya melalui sebuah foto. Hingga tak terasa sudah ada 3 buku fotografi yang diterbitkannya bersama Jay.
Dalam memotret, Yori sangat menyukai pemandangan atau landscape untuk didokumentasikan. Namun sejak bertemu mantan Kepala Divisi Museum dan Galeri Foto Jurnalistik ANTARA Oscar Motuloh, foto-fotonya lebih memiliki nilai berita.
Seperti karyanya yang bertajuk Antartika. Karya fotografi yang menyajikan pemandangan eksotis dari benua di Kutub Selatan itu. Namun di sisi lain, menjadi tragis karena banyak es yang mencair karena pemanasan global.
Yori, Jay, dan dua rekan lainnya, Benny Soetrisno, dan Krish Suharnoko memilih Antartika sebagai trip fotografinya pada 2013, karena penasaran dengan benua tanpa batas negara itu. "Rasanya seperti berada di planet lain. Berawal dari rasa penasaran," katanya.
Melalui trip ini, sekaligus dalam rangka mencari inspirasi model arsitektur yang berdasar dari kepedulian terhadap lingkungan di tengah ancaman pemanasan global.
Salah satu karya Yori yakni foto bongkahan es yang memiliki celah di laut Antartika. Di sekelilingnya penuh dengan serpihan es yang mengambang. Ada cerita seru di balik foto itu.
Tadinya, kapal yang ditumpangi Yori bersama teman-temannya ingin melintasi bongkahan es tersebut. Namun, air di sekitar bongkahan es perlahan mulai mengeras dan menjadi batu. Kapal yang ditumpanginya lantas memacu kecepatan untuk menghindari agar tidak terdampar di tengah laut yang berubah menjadi es padat itu.
"Dari air menjadi es, itu berbahaya buat pelayaran kami. Air tenang jadi butiran pasir, jadi batu es, berkumpul jadi satu akhirnya membeku. Fenomena seperti ini kita ga bisa temui di tempat lain kecuali di Kutub Selatan," terangnya.
Antartika, sebuah benua yang membeku namun menjadi tolak ukur masa depan bumi. Sayangnya, lama kelamaan kondisinya memang mengkonsumsi. Bahkan pada Februari 2020, suhu di Antartika 20,75 derajat celcius, pertama kali terjadi sepanjang sejarah. Padahal waktu Yori ke sana, tepatnya saat musim panas, suhunya minus 30 derajat celsius.
"Masa Kutub Selatan bisa dapat temperatur seperti itu, kan banyak es yang mencair. Terbukti banyak daratan yang terbuka setelah es mencair. Mulai kelihatan mineral-mineral yang selama ini tidak pernah terlihat. Udang banyak mati, mengganggu komunitas pinguin yang juga kepanasan," ucapnya sedih.
Oleh karena itu, dia berharap melalui karya fotografi berjudul Antartika ini, para pemimpin, pengusaha, hingga masyarakat menyadari betapa ancaman pemanasan global bisa mengancam kehidupan yang ada di bumi. Pemanasan global yang bukan lain adalah perbuatan manusia.
"Kita tidak bisa bayangkan yang terjadi di tahun berikutnya. Mudah-mudahan negara, penambang dan sebagainya ini ikut menyadari bahwa bumi kita semakin mengkhawatirkan karena orang membangun tidak ada habisnya, polusi, merusak kandungan alam tidak ada habisnya," kritik Yori.
Tak mau berhenti di Antartika, Yori dan rekan-rekannya berencana melakukan trip lanjutan untuk menyampaikan pesan lingkungan kepada dunia melalui fotografi. Dia berencana mengunjungi Chernobyl, daerah bekas ledakan nuklir.