Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 172 orang diketahui positif terinfeksi virus corona atau Covid-19 di Indonesia hingga Rabu (18/3/2020) siang.
Sebanyak tujuh orang diantaranya bahkan dinyatakan meninggal dunia. Artinya jumlah ini mengalami penambahan dua orang setelah hari sebelumnya lima orang dinyatakan meninggal dunia.
Hal tersebut tentu menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat. Tak sedikit diantara mereka yang akhirnya berinisiatif memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan untuk memastikan apakah ikut terinfeksi virus asal Wuhan, China itu.
Salah satu diantaranya adalah Mercy Widjaja, seorang karyawan swasta yang berinisiatif memeriksakan dirinya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Selasa (17/3/2020). RS tersebut merupakan salah satu RS rujukan untuk penanganan Covid-19 di DKI Jakarta.
Kondisi tubuhnya boleh dibilang baik-baik saja, dirinya tidak merasakan gejala apapun yang menandakan seseorang telah terinfeksi Covid-19. Namun, dia khawatir menjadi carrier atau pembawa virus lantaran baru saja kembali dari Thailand, salah satu negara episentrum penularan virus tersebut.
Setibanya di RSUD Pasar Minggu, Mercy langsung diarahkan oleh petugas menuju Posko Tanggap Covid-19 Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta untuk mendaftarkan diri dan mengambil nomor antrean pemeriksaan. Dia mendapatkan antrean ke 33 dan harus menunggu selama kurang lebih 90 menit.
Saat tiba gilirannya untuk diperiksa, Mercy mengatakan dirinya terlebih dahulu mendapatkan penjelasan detail mengenai infeksi Covid-19, mulai dari gejala yang dialami, cara pencegahannya, hingga penanganannya jika terinfeksi virus tersebut.
"Disini juga ada assesment apakah cuma perlu medical check-up (MCU) atau sampai tes Covid-19 (swab). Setelah ditanya-tanya dokter gue disarankan MCU aja," tuturnya.
Dirinya lantas bertanya kepada dokter yang melakukan pemeriksaan mengapa tidak perlu melakukan tes swab atau pengambilan sampel lendir dari bagian belakang hidung untuk mengambil spesimen virus. Dokter menyebut tes tersebut diprioritaskan untuk pasien yang datang dengan gejala sesak nafas parah atau orang lanjut usia.
"[Pemeriksaan] di Posko Covid-19 Dinkes DKI Jakarta gratis, tidak bayar," ungkapnya.
Setelah melakukan pemeriksaan di Posko Covid-19 Dinkes DKI Jakarta Mercy kemudian berpindah ke poliklinik paru-paru untuk mendapatkan pemeriksaan lanjutan. Untuk pemeriksaan kali ini, dirinya harus merogoh kocek Rp35.000 untuk biaya pemeriksaan dan Rp25.000 untuk biaya pendaftaran.
Dia harus menunggu sekitar empat jam lantaran mendapatkan nomor antrean 40. Setelah diperiksa oleh dokter spesialis paru-paru dirinya kemudian mendapatkan rujukan untuk rontgen paru-paru dan pemeriksaan darah.
"Kasihan banget sejujurnya dokter dan suster yang sehari bisa nanganin 40 pasien. Tapi hebatnya mereka ramah dan sabar nanggepin gue yang nanya melulu ini udah [antrean] nomor berapa ya," ujarnya.
Lain halnya dengan pemeriksaan di Posko Covid-19 Dinkes DKI Jakarta dan poliklinik paru-paru, Mercy tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan giliran rontgen dan pemeriksaan darah. Dia hanya menunggu kurang dari 10 menit walaupun setelahnya harus menunggu sampai dengan dua jam untuk mengetahui hasil pemeriksaan.
Untuk melakukan rontgen sekaligus pemeriksaan darah dia harus mengeluarkan biaya Rp145.000.
Lantas, bagaimana hasil dari pemeriksaan tersebut? Mercy mengaku hari itu sudah menghabiskan waktunya sekitar 9 jam di RSUD Pasar Minggu untuk menjalani serangkaian pemeriksaan.
"Besok, Rabu (18/3/2020) disuruh datang lagi karena dokternya sudah keburu pulang," ungkapnya.
Dia menyebut akan menceritakan kembali pengalamannya kepada Bisnis bagaimana kunjungan keduanya ke RSUD Pasar Minggu sekaligus hasil pemeriksaannya. Tentunya kita semua berharap Mercy baik-baik saja ya.
Kasus Makin Sulit Terdeteksi
Inisiatif Mercy datang ke RSUD Pasar Minggu untuk memastikan apakah dirinya terinfeksi Covid-19 perlu mendapatkan apresiasi. Pasalnya saat ini pola penularan virus tersebut sudah sampai tahap community transmission yang makin sulit dideteksi.
Sebagai catatan, community transmission adalah klasifikasi dari Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) untuk menyebut kondisi di mana sebagian besar kasus yang terkonfirmasi tidak bisa dihubungkan melalui rantai penularan.
"Community transmission sudah pasti, karena sudah ada kasus yang tertularnya tidak diketahui sumber penularannya. Jadi memang orang yang ada keluhan demam, batuk, dan pilek, walau tidak ada riwayat kontak bisa saja dia terinfeksi [Covid-19]," kata dr. Nurul Nadia, konsultan kesehatan masyarakat dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) dalam sebuah diskusi daring pada Selasa (17/3/2020).
Nadia menyebut penemuan kasus Covid-19 di Indonesia bisa dikatakan masih rendah apabila dibandingkan dengan jumlah populasi. Bukan tidak mungkin jumlah orang yang terinfeksi virus tersebut jauh lebih banyak dari jumlah yang sudah diumumkan oleh pemerintah.
Pasalnya, mereka yang positif terinfeksi Covid-19 yang berhasil terdeteksi setelah mengalami gejala berat dan mendapatkan penanganan medis di fasilitas kesehatan.
Sementara, mereka yang sudah terinfeksi tetapi hanya merasakan gejala ringan atau tidak sama sekali belum terdeteksi dan tidak menutup kemungkinan masih beraktivitas seperti biasanya.
"Bisa saja di keluarga tidak ada yg infeksi Covid-19 tapi batuk pilek yang kita alami adalah infeksi [Covid-19]," sebutnya.
Oleh karena itu, selain kebijakan pembatasan sosial atau social distancing untuk menahan laju penyebaran dan penularan Covid-19 menurut Nadia diperlukan penapisan (screening) masif dan karantina ketat sesegera mungkin seperti yang sudah dilakukan oleh Korea Selatan dan Singapura.