Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah menyebut telah menyebar sejumlah alat rapid test. Berikut penjelasan dari Rumah Sakit Siloam.
Dikutip dari lembar edukasi pasien yang dirilis Rumah Sakit Siloam, Sabtu (18/4/2020), rapid test merupakan salolah satu jenis tes yang menggunakan antibodi sebagai objeknya.
Adapun, terdapat tiga jenis antibodi yang bisa diukur menggunakan alat rapid test. Pertama, antibodi total atau imunoglobulin. Kedua, antibodi jenis imunoglobulin G (IgG). Ketiga, antibodi jenis imunoglobulin M (IgM).
Antibodi sebagai objek tes akan memberikan respons bila terinfeksi virus. Beberapa faktor yang akan memengaruhi respons antibodi yakni masalah nutrisi, penyakit atau kontaminasi obat atau zat tertentu dalam darah.
Lalu, bagaimana proses tes berjalan? Tes dilakukan dengan cara mengambil darah dari ujung jari atau pembuluh darah vena. Kemudian, darah diteteskan ke alat tes atau bisa juga ditetesi serum terlebih dahulu.
Setelah itu, antibodi akan mengeluarkan respons yang bisa memberikan informasi tentang kontaminasi virus. Kendati demikian, hasil tes terbagi dalam tiga kategori.
Hasil tes masuk dalam kategori reaktif saat terdapat garis muncul pada alat tes yakni pada kolom kontrol dan kolom antibodi. Bila terdapat garis pada dua kolom ini, pasien direkomendasikan untuk melakukan konsultasi untuk tes dengan metode lain seperti polymerase chain reaction (PCR).
Tes ini dilakukan agar pasien mendapatkan hasil tes yang lebih akurat.
Di sisi lain, hasil tes masuk dalam kategori non-reaktif bila hanya muncul garis pada kolom kontrol. Kondisi ini terjadi karena antibodi belum terbentuk kendati virus telah terdeteksi. Pada kondisi ini, pihak Rumah Sakit Siloam menyarankan agar pasien berkonsultasi dengan dokter dan melakukan isolasi mandiri selama sepekan hingga dua pekan.
Terakhir, bila hasil tak menunjukkan apapun pada kolom kontrol dan antibodi, berarti tidak sahih.