Ilustrasi-Petugas laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta tengah membongkar, memeriksa dan mendata sampel swab Covid-19 yang dikirim oleh berbagai rumah sakit di DIY-Jateng, Senin (13/4/2020), di laboratorium BBTKLPP di Jalan Imogiri Timur, Banguntapan, Bantul./JIBI-Bhekti Suryani.
Health

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: Obat-Obatan untuk Terapi Covid-19 Masih Minim

Rezha Hadyan
Selasa, 21 April 2020 - 15:19
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, PDPI, meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan mendorong pemerintah menjamin ketersediaan obat-obatan untuk pengobatan pasien Covid-19.

“Saya juga menaruh harapan agar BPOM terus mendorong pemerintah menjamin ketersediaan obat-obatan untuk Covid-19 ini karena di lapangan sangat langka dan bahkan kosong,” kata Pengurus Pusat PDPI dr. Eva Sri Diana melalui keterangan tertulis, diterima Selasa (21/4/2020).

Menurut Eva kekosongan stok obat-obatan tersebut membuat informatorium obat Covid-19 yang beberapa waktu lalu diluncurkan BPOM bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menjadi percuma.

Informatorium merupakan kumpulan referensi berbagai obat yang telah dilakukan uji klinis untuk terapi pasien Covid-19 di berbagai negara seperti China, Jepang, Singapura, dan Amerika. Informatoriun bisa dijadikan referensi utama oleh berbagai rumah sakit rujukan.

Tentunya seluruh obat-obatan yang masuk dalam informatorium itu sudah terstandardisasi Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

“Informasi yang terkandung di dalam informatorium tersebut disusun berdasarkan manajemen terapi yang dipublikasikan oleh PDPI, termasuk pedoman global dari WHO. Saya kira Badan POM telah bergerak aktif mengambil peran sesuai harapan,” tutur Eva.

Eva mengungkapkan lantaran belum ada obat khusus untuk pasien Covid-19, baik Badan POM maupun asosiasi kedokteran akan terus berkejaran dengan wabah ini. Terlebih, protokol penanganannya bisa berubah setiap saat.

“Misalnya, dulu chloroquine tidak digunakan untuk pengobatan Corona, namun setelah itu digunakan untuk terapi kasus-kasus berat. Kemudian berubah lagi, bahwa bisa digunakan untuk kasus ringan. Perubahan-perubahan ini karena kita tidak memiliki obat-obat yang sesuai standar WHO,” ujar Eva.

Eva juga meyakini bahwa BPOM akan terus memperbaharui informatorium tersebut jika nantinya ada rekomendasi atau perubahan manajemen terapi dari PDPI.

Penulis : Rezha Hadyan
Editor : Saeno
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro