Seorang peneliti bekerja di laboratorium pusat pencegahan dan pengendalian penyakit di Nanyang, Provinsi Henan, China tengah, pada 4 Februari 2020./Antara-Xinhua
Health

Dihalalkan Jalan Pintas Berisiko demi Vaksin Covid-19

Newswire
Selasa, 12 Mei 2020 - 08:54
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Tim ilmuwan dunia mengambil jalan pintas yang berisiko demi bisa berpacu dengan virus corona Covid-19, yakni challenge trials, atau uji kandidat vaksin langsung kepada pasiennya. 

Normalnya, tak cukup setahun untuk menghasilkan suatu vaksin. Belum lagi jika pengujian berhasil, akan ada waktu tambahan untuk proses produksinya, namun pandemi Covid-19 memaksa pengembangan vaksin secara cepat.

Sejak menyebar dari China ke seluruh dunia di awal tahun ini, Covid-19 telah menyebabkan 4,1 juta orang sakit dan sudah lebih dari 283.000 orang meninggal. Jumlahnya dikhawatirkan masih akan melonjak di gelombang kedua di paruh kedua tahun ini, atau setelah kebijakan karantina di banyak negara dikendurkan.

Vaksin menjadi senjata yang ditunggu. Challenge trials yang semula dianggap kontroversial pun dihalalkan. 

Seperti namanya, uji tantangan melibatkan pasien yang terinfeksi patogen langsung sebagai relawannya untuk mengamati apakah vaksin atau obat yang sedang dikembangkan bekerja efektif. Challenge trials sempat diusulkan oleh beberapa anggota parlemen Amerika Serikat. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menentang percobaan ini, dan justru mengeluarkan pedoman untuk pembuat vaksin yang ingin mempercepat pengujian.

WHO berdalih, percobaan langsung ke pasien telah digunakan untuk vaksin di masa lalu, termasuk cacar, demam kuning, malaria, tipus, kolera, dan influenza. Namun, penelitian ini biasanya dilakukan pada penyakit yang sudah memiliki pengobatan yang berhasil, sedangkan hingga saat ini belum ada obat untuk Covid-19.

Risiko yang ada adalah pembuat vaksin harus menginfeksi sukarelawan dengan virus yang tidak dapat disembuhkan. Dan vaksin yang akan diberikan kepada mereka memiliki kemungkinan tidak berfungsi, dan risikonya pasien tersebut dapat sakit lebih parah dan meninggal.

8 Kriteria

WHO lalu menetapkan delapan kriteria untuk studi challenge trials ini di antaranya, penelitian harus mencakup pasien berusia 18-30 tahun untuk meminimalkan risiko komplikasi Covid-19. Relawan juga harus menghabiskan waktu di rumah sakit untuk mencegah mereka menyebarkan penyakit kepada orang lain, dan para ilmuwan harus mengamati mereka lebih dekat.

Keuntungannya, mereka akan dapat menguji secara teratur dan mempelajari kemanjuran obat, serta efek sampingnya. Ujungnya, keuntungan dari eksperiman ini adalah bisa menghasilkan hasil yang jauh lebih cepat, karena penelitiannya akan mirip dengan mempelajari subjek hewan.

Pada proses yang normal, semakin tinggi fase pengujian vaksin, semakin banyak sukarelawan diperlukan, dan mereka perlu diamati untuk jangka waktu yang lama. Itu karena para sukarelawan ini tidak terinfeksi penyakit ini dengan sengaja. Namun, mereka masih dapat terpapar, dan para peneliti akan melakukan pemeriksaan rutin untuk melihat apakah vaksinnya berfungsi.

Beberapa komunitas ilmiah mendukung penerapan challenge trials khusus untuk kasus Covid-19.

Perlu Hati-Hati

Direktur Pusat Bioetika Tingkat Populasi dari Rutgers University, Nir Eyal, menerangkan, ada konsensus yang muncul di antara semua orang yang telah memikirkan hal ini dengan serius.

"Berita besarnya adalah WHO tidak mengatakan challenge trials dilarang, ini menentukan langkah yang masuk akal tentang bagaimana pengujian dilakukan," katanya.

Profesor Andrew Pollard, pemimpin program pengembangan vaksin di Institut Jenner University of Oxford, memiliki minat besar dalam percobaan ini namun mengakui sangat hati-hati. 

"Tapi saya pikir itu tidak perlu dikesampingkan karena itu bisa menjadi salah satu cara kita mendapatkan jawaban, lebih cepat," katanya.

Namun, tidak jelas kapan challenge trials untuk kandidat vaksin Covid-19 dimulai.

 Sekarang posisi WHO sudah diketahui, dan kemungkinan beberapa laboratorium yang mengembangkan obat-obatan ini akan mulai mempertimbangkan uji coba tantangan mereka sendiri.

Saat ini penelitian vaksin Covid-19 telah dilakukan oleh lebih dari 115 tim peneliti dan ada lebih dari 14.000 orang di lebih dari 100 negara yang terlibat. Beberapa dari mereka bahkan telah memberikan janji dalam pengujian laboratorium dan telah mencapai berbagai fase uji coba hewan dan manusia.

 Pencurian Hasil Penelitian

Biro Investigasi Federal (FBI) AS dan pakar keamanan dunia maya yakin peretas China berusaha mencuri hasil penelitian tentang pengembangan vaksin untuk melawan Virus Corona, menurut laporan dua surat kabar terkemuka.

FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri berencana untuk mengeluarkan peringatan terkait peretasan oleh China ketika pemerintah dan perusahaan swasta berlomba untuk mengembangkan vaksin untuk Corona, menurut harian Wall Street Journal dan New York Times sebagaimana dikutip ChannelNewsAsia.com Selasa (12/5/2020).

Para peretas juga mengincar informasi dan kekayaan intelektual tentang perawatan dan pengujian untuk Corona. Para pejabat AS menuduh peretas itu terkait dengan pemerintah China, menurut laporan tersebut.

Sementara itu, di Beijing, juru bicara kementerian luar negeri Zhao Lijian menolak tuduhan tersebut dengan mengatakan China dengan tegas menentang semua serangan dunia maya.

"Kami memimpin dunia dalam pengobatan Covid-19 melalui penelitian vaksin. Adalah tidak bermoral menuding China dengan rumor dan fitnah tanpa adanya bukti," kata Zhao.

Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo.co
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro