Petugas medis melakukan tes cepat (Rapid Test) COVID-19 kepada pengemudi angkutan umum di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (20/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Health

Penyebaran Virus Corona Masih Tinggi, Rapid Test Masih Dibutuhkan

Dewi Andriani
Kamis, 14 Mei 2020 - 14:57
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Penyebaran wabah virus corona Covid-19 di Indonesia masih menunjukkan angka yang fluktuatif. Meski sempat melanda beberapa waktu lalu, nyatanya penambahan jumlah pasien terinfeksi virus corona masih melonjak hingga lebih dari 600 kasus baru per 13 Mei 2020.

Apalagi jumlah pasien dalam pemantauan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) masih tinggi yakni mencapai 33.042 PDP dan 256.299 ODP.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang membidangi Kesehatan dan Tenaga Kerja, Melkiades Laka Lena, mengatakan, dalam kondisi seperti ini, baik metode polymerase chain reaction (PCR) maupun rapid test tetap dibutuhkan untuk menangani Covid-19 sehingga penyebarannya dapat lebih terkendali.

“Orang yang memiliki indikasi Covid-19, sebaiknya menjalani rapid test. Apabila hasilnya positif, orang tersebut perlu mengonfirmasi dengan menjalani PCR.  Kedua metode tersebut saling melengkapi dan dibutuhkan. Jangan saling dibenturkan,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Bisnis, Kamis (14/5/2020).

Pernyataan tersebut untuk menanggapi pernyataan dari Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo yang mengatakan akurasi tes cepat atau rapid test masih rendah sehingga lebih memprioritaskan swab PCR test sebagai alat ukur orang terpapar Covid-19 atau tidak.

Meski demikian, Melki menegaskan, adanya kasus alat rapid test dengan tingkat akurasi rendah bukan untuk meniadakan metode rapid test. “Jangan metode rapid test yang dipersoalkan. Kalau ada kesalahan oknum atau institusi, ya perlu dikoreksi,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa tak semua rapid test kit memiliki akurasi rendah. Bahkan, ada sejumlah rapid test kit yang merupakan rekomendasikan WHO karena telah melalui tahap uji. Ada tiga produk yang memiliki tingkat akurasi sekitar 80 hingga 90 persen.

Adapun alat rapid test dari Tiongkok dan Amerika Serikat yang telah diuji yakni InTec dengan tingkat akurasi 84,6 persen, Cellex dengan tingkat akurasi 86,55 dan serta Healgen/Orient Gene dengan tingkat akurasi 91,66 persen.

Meskipun telah ada rekomendasi WHO, Melki menilai produk rapid test kit tersebut tetap harus diuji kelayakan oleh lembaga yang berwenang di Indonesia. “Barang yang masuk ke Indonesia tetap harus diuji dan disetujui oleh Kemenkes walau saat ini aturan impor barang untuk penanganan Covid-19 telah dilonggarkan,” tuturnya.

Sebelumnya, pemerintah membebaskan impor alat-alat kesehatan untuk keperluan penanganan Covid-19 dari kewajiban izin edar atau Special Access Scheme (SAS). Skema tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 7/2020 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/2020. Sehingga, importir cukup meminta rekomendasi izin dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Pelonggaran ketentuan impor itu juga sejalan dengan Keputusan Presiden No. 9/2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dimana tata niaga impor alat kesehatan cukup dengan rekomendasi pengecualian dari BNPB.

Penulis : Dewi Andriani
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro