Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bakal menghentikan sementara studi global dan eksperimen perawatan pasien virus corona baru yang menggunakan hidroksiklorokuin.
Dilansir dari The Guardian, Selasa (26/5) hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah makalah yang diterbitkan di jurnal Lancet.
Dalam makalah tersebut, dia menyebut bahwa orang yang menggunakan hidroksiklorokuin memiliki risiko kematian dan masalah penyakit jantung yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakannya.
“Kelompok eksekutif telah menerapkan jeda terkait uji solidaritas global hidroksiklorokuin, sementara data keselamatan tengah ditinjau oleh dewan pemantauan keamanan data,” katanya.
Dia menambahkan kekhawatiran tersebut hanya yang terkait dengan penggunaan hidroksiklorokuin dan klorokuin untuk Covid-19. Adapun, obat itu tetap merupakan obat yang diterima untuk perawatan orang dengan penyakit malaria dan autoimun.
Perawatan dan uji klinis lain dalam uji coba solidaritas global untuk Covid-19 yang digencarkan oleh WHO termasuk di dalamnya adalah ekperimental dan terapi kombinasi beberapa obat yang masih terus dikerjakan.
Sebagai informasi, hidroksiklorokuin telah dilisensikan untuk digunakan di Amerika Serikat sejak pertengahan 1950an dan telah terdaftar di WHO sebagai salah satu obat esensial penyakit-penyakit mematikan.
Sementara itu, ada banyak percobaan yang sedang dilakukan dari dua obat terhadap virus corona baru tetapi tidak ada pengobatan yang terbukti berhasil sejauh ini.
Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat juga sedang menjalankan uji klinis untuk menentukan apakah obat tersebut, yang diberikan dengan azitromisin antibiotik dapat mencegah gejala parah dan kematian akibat Covid-19.
Akan tetapi, kendati WHO tengah menunda uji coba obat hidroksiklorokuin untuk pasien Covid-19, Didier Raoult, dokter dari Prancis yang mempromosikan penggunaan obat tersebut tetap yakin bahwa obat ini bisa membantu pasien pulih.
“Bagaimana penelitian yang dilakukan dengan’data besar’ dapat mengubah apa yang kami lihat? Di sini kami memiliki 4.000 orang yang datang ke rumah sakit,” katanya, mengkritisi laporan dari jurnal Lancet tersebut.