Ilustrasi KPAI
Health

KPAI: Jangan Ada Eksploitasi Anak dalam Bisnis

Dewi Andriani
Selasa, 23 Juni 2020 - 14:34
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Jumlah anak-anak di Indonesia saat ini terbilang cukup besar. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, sekitar 30,1% populasi penduduk di Indonesia adalah anak-anak sehingga menjadi potensi yang besar dalam dunia bisnis.

Meski demikian, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia meminta agar dunia usaha untuk tidak memasukkan unsur ekspolitasi anak dalam menjalankan usahanya. Misalnya saja menjadikan anak di bawah umur sebagai pekerja atau memanfaatkan anak untuk melakukan hal-hal yang tidak dia mengerti demi popularitas dan keuntungan semata.

“Bagaimanapun dunia usaha harus dapat mengintegrasikan kebijakan perlindungan anak ke dalam kebijakan perusahaannya, jangan sampai ada unsur eksploitasi ataupun yang mengarah pada eksploitasi,” ujarnya.

Eksploitasi pada anak juga terjadi dalam kejahatan berbasis siber. Dalam sejumlah kasus, anak dilibatkan sebagai pelaku padahal mereka seharusnya dilindungi, misalnya saja dalam kasus jual beli barang terlarang, prostitusi online, dan lainnya, anak-anak tak jarang menjadi sasaran pelibatan.

Menurut Susanto, eksploitasi anak menjadi salah satu kasus pelanggaran yang kerap dihadapi oleh anak-anak Indonesia. Berdasarkan data, terdapat setidaknya 4.369 kasus pelanggaran hak anak dari hasil pengawasan dan pengaduan yang diterima lembaga tersebut per 2019.

Dari total tersebut, kasus trafficking dan eksploitasi anak mencapai 573 kasus, sementara itu anak yang menjadi korban pornografi dan cyber crime sebanyak 1.332 kasus, dan anak yang berhadapan dengan hukum sekitar 2.685 kasus.

Selain itu, anak-anak Indonesia juga masih berhadapan dengan pelanggaran hak pengasuhan keluarga, hak pendidikan, kesehatan dan narkotika, pelanggaran hak agama dan budaya, serta dalam kondisi darurat.

Di tengah situasi itu, kajian KPAI pada 2019 terhadap 119 responden di 23 provinsi menunjukkan bahwa hanya 48,3% hak rehabilitasi anak yang tuntas sehingga kualitas perlindungan anak belum optimal. “Penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia mesti terus dievaluasi dan dikuatkan agar kualitasnya semakin optimal,” ujarnya.

Susanto mengatakan bahwa pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menjadikan program perlindungan anak sebagai prioritas pada tahun 2020 ini. Pertama, memastikan perlindungan anak sejalan dengan hak dan kemerdekaan dalam mengenyam pendidikan di sekolah.

“Mengingat kasus kekerasan dan bullying di sekolah masih menjadi persoalan serius maka integrasi perlindungan anak perlu dilakukan,” kata Susanto.

Kedua, mencegah perkawinan anak usia dini; tiga, perlindungan anak berbasis siber yang saat ini jumlahnya terus meningkat dan semakin kompleks sehingga perlu adanya pengaturan penggunaan gawai di lingkungan pendidikan.

Keempat, perlu adanya pengawasan dari pemerintah agar anak tidak menjadi korban perdagangan orang (human trafficking) serta infiltrasi radikalisme terorisme. Pasalnya, modus indoktrinasi jaringan terorisme semakin sulit terdeteksi dengan pola-pola siber.

Penulis : Dewi Andriani
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro