Bisnis.com, JAKARTA - Upaya restorasi yang gagal pada salinan lukisan karya seniman zaman Barok, Bartolomé Esteban Murillo, menyebabkan urgensi regulasi restorasi seni yang lebih ketat di Spanyol.
Seorang kolektor seni di Valencia dilaporkan dikenai biaya 1.200 euro oleh pemulih furnitur untuk membersihkan lukisan yang menggambarkan wajah Perawan Maria dalam "Immaculate Conception".
Namun, pekerjaan itu tidak berjalan sesuai rencana dan wajah dalam lukisan menjadi tidak dikenali meskipun sudah ada dua upaya untuk mengembalikannya ke keadaan semula.
Kasus restorasi karya seni yang gagal sebelumnya sekitar delapan tahun yang lalu ketika ketika seorang umat paroki berupaya memperbaiki fresko Kristus karya Elias Garcia Martinez di dinding sebuah gereja di pinggiran kota Borja, timur laut Spanyol.
Selain lukisan, karya seni lain yang tertimpa sial kegagalan proses restorasi adalah patung polikrom "Santo George dan Naga" (Saint George and the dragon) dari abad ke-16.
Pada 2018, Gereja St Michael di Estella, Navarre, Spanyol, menerima hasil restorasi patung yang mengubah wajah sang Santo menjadi seorang lelaki dengan pipi berona merah dan mengenakan baju zirah yang terlihat seperti karakter dari kartun Tintin.
Fernando Carrera, seorang profesor di Sekolah Galicia untuk Konservasi dan Pemulihan Cagar Budaya (Galician School), mengatakan kasus-kasus seperti itu menyoroti bagaimana pekerjaan restorasi harus dilakukan hanya oleh seorang ahli yang terlatih dengan baik.
"Bisakah Anda bayangkan sembarang orang diizinkan melakukan operasi pada orang lain? Atau seseorang diizinkan menjual obat tanpa lisensi apoteker? Atau seseorang yang bukan arsitek diizinkan membangun gedung?" ujarnya seperti dikutip melalui Guardian.
Meskipun kenyataannya ahli restorasi seni tidak lebih penting daripada dokter, dia menambahkan, sektor ini perlu diatur secara ketat demi menjaga sejarah budaya Spanyol, atau negara manapun.
Michaela Anselmini, ahli restorasi karya seni profesional dari Art Restoration Studio Sarasvati, mengungkapkan bahwa hal serupa juga sering dia temukan di sini ketika perbaikan karya seni ditangani oleh amatir yang justru berakhir dengan bencana.
"Seringkali tugas saya adalah memperbaiki atau menyelamatkan kerusakan akibat pekerjaan amatir," ujarnya kepada Bisnis.
Dia mengatakan bahwa restorasi seni di Indonesia belum memiliki acuan atau standar yang sesuai, apalagi jumlah orang dengan keahlian yang tepat untuk memperbaiki karya seni sangat sedikit.
Saat ini, karena dia satu-satunya ahli restorasi seni profesional di Indonesia, dalam pekerjaannya dia menerapkan aturan berstandar tinggi yang berlaku di Italia tentang konservasi warisan budaya.
"Sudah saatnya. Indonesia membutuhkan pendidikan profesional dalam konservasi karya seni," tuturnya.
Pada 2016, Michaela memberikan kuliah umum dan workshop pertamanya di Institut Teknologi Bandung.
Kepada kurator Galeri Nasional, yang juga merupakan dosen seni rupa ITB, Rizki Zaelani, dia menyatakan optimismenya bahwa jika pendidikan konservasi digerakkan sedini mungkin, Indonesia akan memiliki ahli restorasi karya seni yang berkualitas.
Sayangnya, empat tahun berlalu dan sektor seni masih kesulitan untuk menumbuhkan kesadaran tentang apa itu restorasi dan ilmu restorasi seni yang setidaknya butuh waktu lima tahun untuk dikuasai.
Pada kesempatan terpisah, Rizki menuturkan bahwa sebelum berupaya menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya seni atau urgensi terhadap regulasi restorasi, kita perlu mengklasifikasikan seperti apa prioritasnya.
Setidaknya bagi masyarakat awam, kesadaran terkait nilai seni dan pentingnya restorasi dapat ditumbuhkan melalui peninggalan-peninggalan bersejarah yang merupakan aset negara.
"Tidak semua karya yang penting itu nampak 'indah' sebagaimana dipahami oleh masyarakat umum dan tidak semua karya mahal juga berarti penting bagi sebuah bangsa, kecuali mungkin penting bagi orang yang memilikinya," ujar Rizki.
Di sini, peran pihak terkait seperti pemerintah berkewajiban untuk mengembangkan kemajuan dari keterampilan, pengetahuan, dan keahlian restorasi seni.
Direktorat Jenderal Kebudayaan melalui lembaga terkait, di antaranya seperti Galeri Nasional dan Museum Nasional punya kewajiban terhadap pengawasan dan pelestarian karya-karya seni berharga.
Selain itu, perguruan tinggi juga punya kewajiban untuk menngembangkan ilmu serta kesadaran pada pentingnya keberadaan ahli restorasi seni.
"Bukan hanya untuk saat ini, tapi terutama untuk masa yang akan datang, Untuk menjaga sejarah dan nilai kebanggaan bangsa," ujar Rizki.