Bisnis.com, JAKARTA – Sebuah studi yang dilakukan para peneliti di Italia menunjukkan pandemi virus corona menurunkan tingkat keseburuan wanita.
Pandemi virus corona memang mengubah aspek kehidupan. Bahkan situasi ini mengubah tren sejarah lonjakan kelahiran.
Dalam studi berjudul "Pandemi COVID-19 dan kesuburan manusia," yang diterbitkan pada 24 Juli di Science oleh Arnstein Aassve dari Universitas Bocconi, Nicolò Cavalli, Letizia Mencarini, dan Samuel Plach, dan Massimo Livi Bacci dari University of Florence, para penulis mengatakan keadaan darurat kesehatan Covid-19 secara masuk akal akan menyebabkan penurunan kesuburan, tanpa faktor-faktor yang menyebabkan ledakan bayi di masa lalu.
"Meskipun sulit untuk membuat prediksi yang tepat, skenario yang mungkin adalah bahwa kesuburan akan turun, setidaknya di negara-negara berpenghasilan tinggi dan dalam jangka pendek," kata Arnstein Aassve, profesor di Departemen Ilmu Sosial dan Politik di Bocconi, dilansir dari Medical Xpress, Jumat (24/7/2020).
Adapun studi ini adalah bagian dari kegiatan penelitian Dondena Center di dalam COVID Crisis Lab Bocconi. Para peneliti menekankan perbedaan dalam pengembangan populasi dan tahap mereka dalam transisi demografis untuk secara akurat menarik kesimpulan dari penelitian yang ada.
Dia menyebutkan di negara-negara berpenghasilan tinggi, gangguan dalam organisasi kehidupan keluarga karena lockdown yang berkepanjangan, pengasuhan anak oleh orang tua setelah penutupan sekolah, dan pandangan ekonomi yang memburuk cenderung menyebabkan penundaan dalam melahirkan anak. Penurunan kesuburan lebih lanjut di negara-negara berpenghasilan tinggi akan mempercepat penuaan populasi dan penurunan populasi, dengan implikasi bagi kebijakan publik.
Sementara itu kata Aassve, di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, penurunan kesuburan yang diamati dalam beberapa dekade terakhir dari tren seperti urbanisasi, pembangunan ekonomi, dan pekerjaan perempuan tampaknya tidak mungkin dibalik secara fundamental oleh kemunduran ekonomi.
“Namun, kesulitan dalam mengakses layanan keluarga berencana dapat mengakibatkan lonjakan jangka pendek pada kehamilan yang tidak diinginkan dan memperburuk kesehatan neonatal dan reproduksi,” tuturnya.