Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi virus corona memang membuat semua sektor terpuruk, tak terkecuali pada ekosistem seni. Banyak festival seni yang tertunda ketika pagebluk tiba-tiba datang tanpa permisi. Tentu hal tersebut menimbulkan kerugian, apalagi ketika acara sudah hampir matang.
Namun bukan berarti harus duduk menopang dagu tanpa berbuat apa-apa. Berinovasi dalam beradaptasi kini menjadi faktor kunci. Sebab tetap diam dalam atmosfer keterpurukan sama sekali bukan sebuah jalan penyelesaian.
Seperti yang dilakukan perhelatan seni kontemporer Artjog yang digelar secara tahunan. Meski menunda Time (to) Wonder yang dijadwalkan berlangsung Juli-Agustus 2020, penyelenggara tak habis akal untuk tetap mewadahi para pegiat seni dengan membuat edisi khusus bertajuk Resilience di Jogja National Museum (JNM), Yogyakarta pada 8 Agustus hingga 10 Oktober 2020.
Resilience merupakan sebuah tema yang dihadirkan sebagai semangat untuk terus bergerak dan terus menguji ketahanan Artjog sebagai sebuah festival, sekaligus merepresentasikan karakter pekerja seni Indonesia yang gigih dan kreatif, meskipun dihadapkan dengan situasi krisis.
Resilience yang digelar saat adaptasi kebiasaan baru ini pun dibuat menyesuaikan situasi. Sebab pembukaan hingga pameran selama Agustus 2020 dilakukan secara online.
Uniknya, pameran online tersebut tidak sekedar peserta atau pengunjung melihat vdeo dari karya-karya di Artjog secara leluasa. Penikmat seni diwajibkan mengikuti program yang dibuat penyelenggara setiap akhir pekan jika ingin melihat karya yang tersaji. "Programnya meet the artis dan curatorial tour," sebut pendiri Artjog, Heri Pemad kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Dijelaskannya, curatorial tour yakni video streaming ketika kurator membahas karya yang ditampilkan di Artjog. Sementara meet the artis yakni interaksi antara seniman yang mempresentasikan karyanya dengan pengunjung secara virtual.
Dibuka secara online selama Agustus, Artjog memutuskan akan mengizinkan pengunjung datang pada September dengan beberapa ketentuan yang harus dipatuhi selain penerapan protokol kesehatan secara ketat.
Penikmat seni yang ingin datang ke Artjog 2020 wajib daftar dan membeli tiket secara online di situs penyelenggara. Kemudian mereka diminta mengisi jadwal berkunjung. "Kalau masih available, nanti dapat konfirmasi. Tidak ada penjualan tiket offline, nanti datang verifikasi. Ada scan barcode sebagai bukti dia dapat konfirmasi," sebut Pemad.
Reservasi dilakukan agar semua yang datang ke Artjog tercatat dan bisa ditelusuri. Hal ini juga bertujuan untuk meminimalisir adanya kerumunan. Penyelenggara mengusahakan agar saat dibuka offline, dalam 1 ruang pameran hanya terdapat 1 orang selama sesi berkunjung berlangsung. Adapun Artjog mengadakan 2 sesi waktu berkunjung yakni pukul 10.00-12.00 WIB dan pukul 13.00-15.00 WIB.
"Ada banyak arahan, tidak boleh pegang karya, jaga jarak. Kalau satu ruang ada orang, isi ruang lain sampai seterusnya dan keluar," sebut Pemad.
Selama simulasi kunjung yang berlangsung pada Agustus, dalam 1 hari Artjog mencatat setidaknya bisa menampung 75 pengunjung. Sementara itu, untuk penjualan karya dilakukan secara online. Namun sejatinya kata Pemad masalah pasar tidak peduli offline dan online, yang terpenting adalah koneksi dan database.
Sebelum ada pandemi penjualan karya yang tampil di Artjog sebagian besar melalui email. Penyelenggara membuat katalog elektronik dan menginformasikannya ke peminat, terutama para kolektor yang biasa menantikan festival seni ini. "Ketika penasaran mereka hubungi kita," imbuhnya.
Diakui Pemad, di tengah pandemi ini penjualan karya masih bisa berjalan namun saling menyiasati. Misal seniman yang membuat karya tidak terlalu besar untuk meminimalisir pengeluaran biaya saat pembuatan dan justru sulit untuk terjual. Sementara kolektor selain didasari senang kini mereka membeli karya karena asas kepedulian.