Bisnis.com, JAKARTA - Penggunaan AC dinilai membuat risiko penularan Covid-19 di rumah sakit menjadi lebih besar.
Sebuah studi di India menunjukkan adanya hubungan penggunaan penyelaras udara atau AC dengan risiko dokter terinfeksi Covid-19 dari pasien yang dirawatnya.
"Resirkulasi udara oleh sistem AC yang terpusat menyebabkan infeksi signifikan terhadap kalangan medis kami dan juga menyebabkan kematian dokter dan perawat," demikian hasil studi Institut Sains India di Bengaluru, yang dianggap sebagai salah satu universitas sains terbaik di negara tersebut.
Lantas bagaimana baiknya? Haruskah AC tidak lagi digunakan?
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengurangi resirkulasi udara dan meningkatkan penggunaan udara luar ruangan mampu meminimalisasi risiko penyebaran virus Corona di ruangan tertutup.
Studi terdahulu menyarankan negara-negara dengan iklim panas berhati-hati menjaga ruangan tertutup tidak kering akibat pendinginan AC yang berlebihan.
Studi itu mencatat bahwa menjaga tingkat kelembaban dalam ruangan antara 40-60 persen dapat membantu membatasi penularan virus.
Apabila tanpa AC, ICU dapat dilengkapi dengan kipas yang memaksa udara untuk masuk.
Studi juga menyarankan penggunaan kipas penyedot untuk menarik udara terinfeksi dan mengatasinya dengan filter udara berbahan dasar sabun atau air yang sangat panas sebelum melepaskannya ke luar.
Sistem AC sentral atau terpusat dituding menjadi penyebab menyebarnya Covid-19 di rumah sakit.
Hal itu didasarkan pada pendapat bahwa pasien [Covid-19] di ruang ICU merupakan sumber aktif virus, dan mereka secara konsisten mengeluarkan partikel.
Demikian dipaparkan A.G. Ramakrishnan, penulis utama studi tersebut, kepada Reuters.
"Sehingga, kalau kita tidak menyaring udara, hal itu memperburuk keadaan," ujarnya.
Jika pun AC digunakan, maka sistem AC dari ruang ICU pasien Covid-19 dapat diputus atau tidak terhubung dengan ICU yang lain.
Selebihnya, kipas penyedot harus dipasang untuk menarik udara yang terinfeksi dan kemudian disaring, menurut studi tersebut.
Lantas bagaimana untuk ruangan selain rumah sakit?
Kolonel CKM dr. Achmad Yurianto, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, saat menjadi jubir Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menyampaikan sejumlah informasi.
Yuri di antaranya meminta masyarakat memperhatikan sirkulasi ruang kerja. Pekerja perlu memperhatikan udara ruangan tetap tergantikan setiap hari. Salah satu caranya dengan menggunakan kipas angin.
Sementara itu, menurut dr. Reisa setiap individu perlu tetap waspada dan siap siaga untuk mengantisipasi potensi penularan, khususnya terkait peredaran udara di ruang tertutup berpendingin atau air conditioner.
Dokter Reisa berpesan, pertama, ventilasi atau sirkulasi udara dalam ruangan harus benar-benar diperhatikan.
“Maka, pastikan ruang kerja atau ruang tempat kita beraktivitas memiliki sirkulasi udara yang baik dan mendapatkan sinar matahari,” ujar dr. Reisa dikutip dari laman resmi BNPB (14/7/2020).
Kedua, pastikan menjaga jarak di dalam ruangan dan hindari ruangan yang terlalu banyak orang.
Ketiga, selalu pakai masker selama masih berada di luar rumah atau di tempat umum termasuk di ruangan kantor.
Keempat, hindari memegang permukaan benda yang kotor digunakan bersama dengan orang lain.
“Segera mencuci tangan atau gunakan hand sanitizer, bila terlanjur memegang permukaan benda tersebut. Jangan menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang terkontaminasi. Ingat, mata pun memiliki saluran langsung menuju ke saluran pernapasan. Artinya, mata bisa menjadi jalur masuknya virus SARS CoV-2 penyebab Covid-19 ini,” ujarnya.
Kelima, bersihkan permukaan-permukaan benda yang ada di sekitar ruangan dengan cairan desinfektan secara teratur.
Ia menyampaikan semua pihak harus benar-benar mengerti bagaimana, kapan dan dalam situasi seperti apa penyebaran virus SARS CoV-2 terjadi antarmanusia.
Dalam pernyataan resmi Badan Kesehatan Dunia atau WHO pada 9 Juli 2020, diterangkan bahwa transmisi atau penularan SARS CoV-2 terjadi terutama melalui percikan atau buliran air liur atau droplets, baik secara langsung atau tidak langsung ataupun kontak dekat.
Dalam suatu penelitian, transmisi lewat udara dapat terjadi pada prosedur yang menimbulkan aerosol seperti di fasilitas kesehatan, seperti melalui bronkoskopi, intubasi trakea, pemberian tekanan pada dada saat resusitasi jantung dan kegiatan serupa lainnya.
Reisa mengatakan, percikan air liur atau droplets dikeluarkan ketika seseorang batuk, bersin, berbicara atau bahkan bernyanyi.
WHO mendefinisikan penularan melalui udara sebagai penyebaran agen penular yang disebabkan oleh penyebaran aerosol, yang melayang di udara dalam jarak dan waktu yang lama.
Reisa menambahkan bahwa teori menunjukkan sejumlah droplets pernapasan dapat menghasilkan aerosol. Aerosol adalah tetesan pernapasan yang sangat kecil, sehingga dapat melayang di udara.
“Saya ulangi lagi, droplets adalah buliran dengan ukuran partikel lebih dari 5 mikrometer. Sedangkan aerosol ukurannya lebih kecil lagi, yakni kurang dari 5 mikrometer,” ujarnya.
Seperti diketahui, untuk mencegah meluasnya penularan Covid-19, pemerintah menganjurkan masyarakat menggalakkan gerakan 3M.
Gerakan 3 M meliputi kepatuhan untuk menjaga jarak, mencuci tangan dengan air dan sabun, serta menggunakan masker.
Bahkan, epidemiolog UI Pandu Riono menyebutkan saat ini penggunaan masker menjadi “vaksin” yang sesungguhnya, di saat vaksin Covid-19 belum ada di dunia.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitangandengansabun