Bisnis.com, JAKARTA – Minggu lalu, pemerintah Denmark mengumumkan rencana untuk memusnahkan semua cerpelai yang dibudidayakan di negara itu guna mencegah penyebaran virus corona baru. Akan tetapi sekarang, laporan terbaru menyataan bahwa legislator telah membatalkan rencana ini.
Otoritas kesehatan Denmark awalnya khawatir bahwa mutasi SARS-CoV-2 dapat menyebar dari cerpelai ke manusia dan menjadikan vaksin Covid-19 menjadi kurang efektif. Staten Serum Institute menemukan bukti strain virus cerpelai bisa menular ke manusia, tetapi tidak ada cukup bukti untuk menyatakan virus berubah dan menghambat perkembangan vaksin.
Emma Holdcroft, ahli epidemiologi molekuler dari Institute of Social and Preventive Medicine di Bern Swiss mengatakan kepada Stat News bahwa itu hampir tidak pernah terjadi dan ini merupakan fenomena sederhana tentang satu mutasi.
Para ahli dari Denmark dan luar negeri mengungkapkan keraguan serupa bahwa mutasi barunya akan merusak vaksin manusia. Sementara itu, The Guardian melaporkan legislator dan ahli hukum berpendapat pemerintah tidak bisa melaksanakan pemusnahan cerpelai karena banyak masyarakat yang mata pencahariannya dari pertanian cerpelai.
Pada titik ini, pemerintah Denmark telah berhenti mencoba mengeluarkan undang-undang darurat untuk memusnahkan cerpelan. Tetapi yang lain berpendapat bahwa pemusnahan tetap menjadi pilihan terbaik bagi kesehatan masyarakat dan kesejahteraan hewan.
Joanne Swabe, penasihat kebijakan untuk Humane Society International mengatakan jika cerpelan di sebuah peternakan terinfeksi, menderita masalah pernapasan, dan tidak bisa dimusnahkan, kesejahteraan mereka juga akan terganggu secara serius.
Humane Society Veterinary Medical Association juga telah menulis pernyataan terkait. Menurut lembaga itu, mink yang sudah stres karena kondisi kehidupan yang tidak wajar, mengalami gangguan pernapasan parah sebelum meninggal.
Adapun, infeksi virus corona baru telah dilaporkan pada cerpelai di banyak negara termasuk Belanda, Spanyol, Swedia, dan Amerika Serikat. Beberapa cerpelai yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala, sementara yang lain dapat mengembangkan gejala seperti kesulitan bernapas dan pneumonia.
Laporan dari Live Science sebelumnya menyatakan akibat wabah di peternakan di seluruh dunia, ribuan cerpelai telah mati karena infeksi itu sendiri dan ribuan lainnya telah dimusnahkan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.
Akan tetapi, kendati ada upaya untuk menemukan dan memadamkan infeksi, pekerja peternakan cerpelai dan orang-orang yang melakukan kontak dengan mereka mungkin masih tertular dengan tingkat tinggi.
Dalam studi anyar yang dirilis 10 November di Jurnal Science, para peneliti mensurvei 16 peternakan cerpelai di Belanda untuk mengetahui infeksi virus corona baru yang terjadi dari hewan ke manusia, termasuk pekerja dan kontak dekat mereka.
Para peneliti menguji 97 pekerja dan orang terdekat dan menemukan bahwa 66 hingga 68 persen dari mereka yang dites dipastikan memiliki bukti infeksi. Para ilmuwan menganalisis urutan genetik virus pada beberapa orang tersebut.
Hasilnya, dalam kebanyakan kasus, urutan manusia ini hampir identik dengan urutan cerpelai dari pertanian yang sama, tetapi berbeda dengan varian yang menyebar di wilayah yang sama. Semua itu menunjukkan bahwa mereka tertular virus dari cerpelai yang terinfeksi.
Swabe mengatakan kendati penyebaran mink ke manusia mungkin tidak memengaruhi seberapa baik vaksin bekerja, tapi dalam jangka panjang peternakan yang mewakili kumpulan hewan yang sakit dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat.
Secara umum, pabrik peternakan, perdagangan satwa liar, serta konsumsi hewan liar menciptakan kondisi sempurna bagi penyakit untuk menyebar, bermutasi, dan kemudian menyebar ke populasi manusia.
“Sejauh ini kita untung berbicara tentang cerpelai ketimbang hewan konsumsi. Bagaimana jika kita terkena penyakit zoonosis yang menyerang babi atau ayam pada pandemi berikutnya? Cerpelai mungkin dengan mudah dimusnahkan, tetapi akan lebih sulit melakukannya dengan hewan konsumsi,” ujarnya.