Pasangan suami-istri/Istimewa
Relationship

Latihan Mendengarkan, Kunci Keharmonisan Keluarga Masa Pandemi

Gloria Fransisca Katharina Lawi
Selasa, 17 November 2020 - 13:49
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 merupakan tantangan yang berat bagi setiap pasangan dalam rumah tangga dan kehidupan keluarga.

Bagaimana tidak, beban tanggung jawab pekerjaan dan rumah tangga terakumulasi dalam satu hari di ruang yang terbatas, yaitu dalam rumah. Kerap kali, kondisi ini memicu stres bagi pasangan suami maupun istri selama kerja dari rumah. Pembagian kerja yang tak seimbang akhirnya mengakibatkan relasi suami dan istri merenggang.

“Selama pandemi ini, saya jadi rentan sekali stres, anak saya sering sekali menangis minta diajak main, sementara saya  dan suami semua kerja saat WFH [work from home] cukup padat,” ujar Sisilia (30), salah satu karyawan swasta di DKI Jakarta, Selasa (16/11/2020).

Sisilia bahkan sempat mengungkapkan kesulitan dalam mengelola hubungan dengan suami perihal pembagian tugas kerja membuatnya terpikir dua kemungkinan.

Pertama, mengambil jalan resign dari kantor dan fokus mengurus anak. Kedua, bercerai dengan sang suami karena merasa tidak ada chemistry dan saling pengertian pada masa pandemi ini.

Sejumlah laporan dan kajian mengafirmasi permasalahan yang dialami Sisilia. Dalam laporan "Menilai Dampak Covid-19 terhadap Gender dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia", dari UN Women menjelaskan bahwa Covid-19 telah mengekspos kerentanan perempuan terhadap guncangan ekonomi dan memperdalam ketidaksetaraan yang sudah ada di Indonesia sebelum pandemi.

Laporan yang didukung oleh UNICEF, WFP, dan UNDP ini juga menemukan, perempuan di Indonesia banyak bergantung dari usaha keluarga, tetapi 82 persen dari mereka mengalami penurunan dalam sumber pendapatan. Meskipun 80 persen laki-laki juga mengalami penurunan serupa, bukti menunjukkan bahwa laki-laki mendapatkan keuntungan dari sumber pendapatan yang lebih luas.

Sejak pandemi, 36 persen perempuan, dibandingkan dengan 30 persen laki-laki pekerja informal harus mengurangi waktu kerja berbayar mereka.

Apalagi pembatasan sosial telah membuat pekerjaan rumah tangga tak berbayar menjadi layanan dasar penting, tetapi perempuan memikul beban terberat: 69 persen perempuan dan 61 persen laki-laki menghabiskan lebih banyak waktu mengerjakan pekerjaan rumah tangga tak berbayar. Demikian pula, 61 persen menghabiskan lebih banyak waktu untuk kerja pengasuhan tak berbayar, dibandingkan dengan 48 persen laki-laki.

Alhasil laporan yang sama mengafirmasi bahwa Covid-19 telah mempengaruhi kesehatan mental dan emosional perempuan secara tidak proporsional dengan 57 persen perempuan mengalami peningkatan stres dan kecemasan, dibandingkan dengan 48 persen laki-laki.

Meningkatnya beban pekerjaan rumah tangga dan kerja pengasuhan, kecemasan karena kehilangan pekerjaan dan pendapatan, serta efek pembatasan pergerakan terhadap potensi kekerasan berbasis gender menjadi faktor penyebab keretakan rumah tangga dan hubungan suami-istri.

Jika meninjau laporan lain, misalnya, berdasarkan kajian dari SurveyMETER pada Juli 2020, tingkat kecemasan dan depresi penduduk Indonesia pada masa pandemi cukup tinggi, yaitu 55 persen dari 3.533 responden mengalami kecemasan, dan 58 persen di antaranya mengalami depresi.

Hal-hal eksternal seperti perubahan kondisi perekonomian, pendidikan, ataupun sosial menjadi penyebab munculnya stresor internal rumah tangga yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi pasangan dalam hubungan pernikahan.

Hasil riset Komnas Perempuan Indonesia 2020 pun menunjukkan masih ada 10,3 persen pasangan dari 2.285 responden yang mengalami ketegangan dalam pernikahan selama pandemi, dengan tingkat kerentanan pasangan menikah lebih tinggi sebesar 12 persen dibandingkan pasangan belum menikah yaitu 2,5 persen.

Dalam kondisi seperti ini, menurut Psikolog, Co-founder Tiga Generasi Saskhya Aulia Prima, suasana krisis membutuhkan pengasahan pada kemampuan saling mendengarkan. Jika pasangan suami dan istri mengasah dengan baik kemampuan mendengarkan satu sama lain, maka persoalan beban rumah tangga dan pekerjaan selama pandemi bisa teratasi dengan cukup baik.

Dia memerinci, permasalahan hubungan pasangan selama pandemi cenderung terbagi dalam zona normal dan zona merah. Biasanya, pasangan masih berada dalam zona normal jika mulai mengalami kewalahan, merasa cemas akan masa depan, merindukan masa lalu, dan menganggap pasangan tidak membantu mengurus anak. Selanjutnya pasangan dianggap berada di zona merah jika sudah muncul perasaan kesepian, keinginan untuk berpisah, bahkan terjadi tindakan kekerasan.

“Jika dilihat dari pola argumentasi, titik permasalahan biasanya terjadi hanya dalam waktu tiga menit, dan sistem signal pertahanan diri dalam otak kitalah yang menimbulkan rasa penolakan dan memperpanjang masalah tersebut,” jelas Saskhya.

Berdasarkan riset kolaborasi Universitas Stony Brook, Towson, dan Northwestern di tahun 2017, kondisi ini dapat dihadapi dengan “Romantic Competence” atau “Kompetensi Hubungan”. Melalui “Kompetensi Hubungan”, pasangan dapat memperkuat hubungan mereka dengan belajar menghargai satu sama lain melalui persepsi masing - masing, mampu menunjukkan kerentanan diri, dan merubah diri untuk kualitas hubungan yang lebih baik.

Saskhya menegaskan, ada empat kunci yang perlu diingat mengasah kemampuan saling mendengarkan.

Pertama, mendengarkan pasangan dan berikan batasan pribadi bagi pasangan anda.

Kedua, sesekali melakukan hal baru bersama.

Ketiga, validasi perasaan satu sama lain untuk menjaga koneksi pasangan.

Keempat, berharap lebih sedikit dan saling menguatkan satu sama lain.

Sementara itu menurut Jamshed Kazi, UN Women Representative for Indonesia and Liaison to ASEAN, tak hanya mendorong kesehatan mental, laporan UN Women ingin memperlihatkan bahwa perempuan adalah kelompok terdampak secara tidak proporsional oleh pandemi.

Dia berharap data yang dikumpulkan sangat penting untuk memastikan bahwa intervensi yang ada dirancang untuk perempuan, terutama bagi mereka yang merupakan kelompok rentan.

"Data terbaru ini diharapkan dapat membantu Satgas Penanganan Covid-19, mitra-mitra pembangunan, serta sektor swasta di Indonesia dalam pembuatan keputusan untuk mendukung respons kuat terhadap Covid-19 agar dapat memenuhi kebutuhan perempuan dan anak perempuan, serta dalam mempromosikan upaya pemulihan yang cepat,” jelasnya.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro