Cegah Gagal Jantung dengan Cek Tekanan Darah dan OROS
Bisnis.com, JAKARTA - Penyakit gagal jantung di Indonesia menyerang pasien dengan usia relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika Serikat. Pasien gagal jantung di Indonesia juga disertai dengan gejala klinis yang lebih berat.
Dokter Spesialis Jantung Pembuluh Darah RS Jantung Harapan Kita, Dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K), menyebutkan tingkat pasien yang mengalami gagal jantung di Indonesia mencapai 5 persen dari total populasi.
Angka prevalensi ini lebih tinggi dibandingkan data dari kawasan Eropa dan Amerika yang berkisar antara 1-2 persen. Rerata usia saat perawatan akibat gagal jantung di Indonesia cenderung lebih muda yaitu 58 tahun, dibandingkan data yang sama di beberapa negara Asia Tengara seperti Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di atas 60 tahun. Selain itu, jumlah pria penderita gagal jantung 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan perempuan.
Penyakit gagal jantung di Indonesia untuk pasien bergejala juga masih cukup tinggi, yakni mencapai 25 persen pada satu tahun, dan 50 persen pada lima tahun pertama paska diagnosis.
Data dari pengalaman klinis di Pusat Jantung Nasional dan beberapa pusat layanan jantung daerah di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kematian akibat gagal jantung pada pasien yang dirawat di rumah sakit mencapai 6,7 persen dan angka tersebut lebih tinggi dibandingkan estimasi tingkat kematian akibat gagal jantung di rumah sakit di kawasan Asia Pasifik 4,8 persen dan Amerika Serikat 3,0 persen.
Ario menyebutkan risiko semakin meningkat karena saat ini juga dihadapkan dengan tantangan pandemi Covid-19.
Oleh sebab itu, Ario menegaskan kepada pasien hipertensi dengan COVID-19 positif rawat inap, pasien harus tetap mengkonsumsi obat anti-hipertensi.
“Jadi tidak perlu mengganti jenis obat anti hipertensi, monitoring aritmia yang sering terjadi pada pasien hipertensi dengan penyakit jantung, cek kadar kalium karena rendahnya kadar kalium dalam darah (hypokalemia) sering terjadi pada pasien Covid-19 yang dirawat,” terangnya, Jumat (20/11/2020).
Ia juga meminta pasien dengan penyakit jantung rutin mengontrol tekanan darah dari rumah. Ario juga menyarankan pasien tetap memanfaatkan beberapa golongan obat tekanan darah yang dapat menjadi pilihan pertama.
Syarat penggunaan obat adalah bukan hanya mencapai target tekanan yang diinginkan namun juga mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam waktu 24 jam.
“Pengelolaan tekanan darah 24 jam sangat penting dalam mengurangi risiko kardiovaskular. Sebab, peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik di pagi hari meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular,” tutur Ario.
Sementara itu, Dr. Gunawan Purdianto, Medical Affairs Divisi Pharmaceuticals Bayer Indonesia menyatakan guna mendukung kebutuhan obat pasien hipertensi selama pandemi, Bayer memiliki inovasi pengobatan melalui penggunaan teknologi Osmotic-controlled release oral delivery system (OROS) pada obat anti hipertensi, yakni Nifedipine OROS.
“Teknologi OROS memungkinkan obat Nifedipine bertahan di dalam tubuh selama 24 jam dan menjaga tekanan darah tetap normal sepanjang hari,” ujarnya.
Selain itu inovasi ini menghasilkan profil keamanan obat yang lebih baik, konsentrasi obat yang lebih stabil dan berkurangnya frekuensi pemberian dosis.