Bisnis.com, JAKARTA - Sampah medis menjadi ancaman nyata lingkungan hidup saat ini. Pasalnya, selama pandemi virus corona (Covid-19), jumlah sampah ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan KLHK, Nani Hendiarti mengatakan menurut data yang dilaporkan sampah medis yang dihasilkan selama masa pandemi Covid-19 meningkat 30-50 persen dari rumah sakit, fasyankes, dan rumah tangga.
"Sampah medis berupa masker sekali pakai, sarung tangan sekali pakai, tisu dan kain yang mengandung cairan atau droplet dari hidung dan mulut, ini perlu penanganan khusus," ujarnya dalam webinar bertajuk Pilah Sampah Dari Rumah Pada Masa Pandemi', Kamis (10/12/2020).
Nani menyebut sampah medis juga banyak dijumpai di sungai dan perairan. Padahal sampah ini sebenarnya tidak boleh dicampur sampah lain, oleh karenanya perlu dilakukan pemilahan yang nantinya ditangani secara khusus yaitu dimusnahkan menggunakan fasilitas insinerator limbah B3 untuk antisipasi limbah medis.
Saat ini, fasilitas insinerator telah tersedia di RS kota-kota besar. Pada 2020, dibangun insinerator medis di Aceh, Sumbar, Kalsel, NTB, dan NTT. Namun sebagai alternatif, masyarakat bisa menangani sampah medisnya sendiri dengan cara menguburnya.
Nani menambahkan Indonesia masih darurat sampah. Sampah yang diproduksi per tahun sebanyak 64 juta ton yang terdiri dari 57 persen sampah organik dan 15 persen sampah plastik.
"Sampah plastik sulit diurai jadi berbahaya untuk lingkungan, keseluruhan sampah ini baru 7 persen yang bisa didaur ulang, yang masuk TPA baru sekitar 57 persen, artinya ada 24 persen sampah potensi tercecer di lingkungan, ini yang perlu kita perbaiki," tuturnya.
Penasihat DWP Kemenko Marves, Devi Luhut Pandjaitan mengatakan kesadaran masyarakat untuk menangani sampah medis memang masih rendah. Banyak masyarakat yang menggunakan masker sekali pakai dan membuangnya begitu saja di tempat sampah yang bisa berbahaya bagi orang lain dan lingkungan sekitar.
Begitu pula dengan botol bekas hand sanitizer hingga sarung tangan sekali pakai yang menurut Devi tidak terlalu diperlukan, kecuali bagi para petugas medis. "Itu terdiri dari bahan yang susah diurai," imbuhnya.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat mengelola sampah medis yang dihasilkannya sendiri. Sebab pemerintah sendiri masih memiliki beban dengan sampah yang ada sebelumnya.
Selain itu Devi menyarankan agar masyarakat mengurangi masker medis yang tersedia di apotek dan lebih banyak memakai masker kain yang bisa dicuci. "Kalau di kerumunan banyak bisa gunakan masker medis. Ini bisa mengurangi beban sampah medis," pungkasnya.