Bisnis.com, JAKARTA -- Siapa bilang fesyen hanya selalu identik dengan perempuan? Tak sedikit pria yang juga fashionable dan begitu memperhatikan penampilan. Namun, biasanya baju pria yang fashionable cenderung lebih mahal dan banyak diproduksi oleh brand asing.
Padahal, Indonesia juga memiliki sejumlah brand fesyen pria yang tak kualitas dan modelnya tak kalah dibandingkan dengan brand asing dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Salah satunya adalah Cottonology, brand fesyen pria asal Bandung yang didirikan sejak 2017 lalu.
Carolina Danella Laksono, pendiri Cottonology mengatakan bahwa dirinya sengaja membangun brand ini untuk menghadirkan berbagai pilihan busana yang fashionable dan memiliki kualitas terbaik tetapi tetap ramah di kantong masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan.
“Selama ini orang kalau mau beli baju bagus pasti pergi ke brand-brand luar negeri dengan harga yang sangat mahal. Di sini kita hadir sebagai produk lokal yang semua orang bisa beli dan pakai tetapi kualitasnya terbaik,” tuturnya.
Lantas bagaimana bisa baju kualitas terbaik tetapi harga yang dibanderol cukup murah? Wanita yang akrab disapa Olin ini mengatakan bahwa ini bisa terjadi karena Cottonology ini sendiri merupakan pengembangan dari bisnis tekstil yang sudah eksis sejak 1950an di bawah bendera usaha PT GM Textile.
“Selama ini pabrik kita hanya membuat benang sampai jadi kain yang kemudian di supply ke beberapa brand. Lalu saya berpikir kenapa tidak dibuat dari kain menjadi baju saja. Ternyata dengan kita membuat baju juga jadilah produk dengan ongkos yang sangat murah tetapi kualitas terbaik,” terangnya.
Pasalnya, sebagai produsen dari hulu ke hilir, Olin bisa mengontrol kualitas produk mulai dari benang, pemilihan warna, motif kain, hingga menjadi produk fesyen busana pria seperti kemeja dan jaket.
Saat awal mulai mengembangkan brand ini, Olin memproduksi sekitar 1.000 kemeja pria full cotton yang kemudian dipasarkan melalui pameran. Ternyata produk tersebut sangat diterima pasar dan langsung habis dalam sehari. Bahkan Cottonology berhasil menjadi brand dengan penjualan terbanyak di pameran tersebut.
“Laku banget karena barang yang kami jual sama dengan kemeja yang ada di mall dan brand-brand besar, yang biasanya dijual sekitar Rp700ribuan karena bahan kainnya juga kami yang supply. Lalu kami hadir dengan menawarkan kemeja yang kualitasnya bagus hanya Rp500.000 untuk 5 buah,” tuturnya.
Meski demikian, wanita lulusan University of Caroline, Berkeley ini mengatakan bahwa kehadiran brandnya tak lantas untuk mematikan brand yang sudah lebih dulu ada, sebab bagaimanapun setiap brand memiliki pangsa pasarnya masing-masing.
Setelah sukses mengikuti pameran perdana tersebut, Olin lantas kian aktif mengikuti pameran di berbagai kota. Selain itu, pihaknya juga menjalin kerjasama dengan sejumlah toko busana ritel serta merambah ke dunia online melalui pemasaran di berbagai e-commerce.
Meski harga yang dibanderol terbilang sangat terjangkau, tetapi Olin dapat menjamin bahwa produk yang ditawarkan bukan produk murahan. Bahkan dia berani bersaing kualitas dengan brand fesyen dari luar negeri.
Menurutnya, kualitas merupakan hal terpenting yang harus dijaga. Sebab, dia ingin produknya bisa terus bertahan dan menjadi unggulan serta memiliki customer loyal yang setia untuk membeli kembali produknya. “Dan ini terbukti dari bounce rate kami yang sekitar 60 persen,” ujarnya.
Dalam memproduksi busana, Cottonology memiliki tim desainer yang mendesain busana sesuai dengan tren pasar. Selain itu, desainernya merupakan lulusan teknologi tekstil yang mahir mengoperasikan mesin-mesin berteknologi Jepang dan Jerman sehingga tak hanya dapat mendesain produk busananya tetapi juga bahan dasar kain yang digunakan mulai dari teknik tenun, corak, serta pewarnaan.