Bisnis.com, JAKARTA - Metode terapi plasma darah atau plasma konvalesen untuk menangani pasien Covid-19 semakin marak diperbincangkan di Indonesia. Terapi ini berasal dari orang yang sudah sembuh dari infeksi penyakit, di mana di dalam darah tersebut mengandung antibodi terhadap infeksi.
Beberapa pejabat yang menjadi penyintas Covid-19 seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Menko Perekonomian Airlangga Hartanto turut serta mendonorkan plasma konvalesen untuk membantu pasien Covid-19. Seperti diketahui, Anies dan Airlangga pernah terinfeksi Covid-19 dan sudah sembuh dari pernyakit tersebut.
Kondisi ini tentu menyebabkan munculnya sejumlah pertanyaan di benak masyarakat mengenai efektivitas terapi plasma darah untuk Covid-19, terutama yang mengalami gejala berat. Apakah terapi plasma darah konvalesen benar-benar bisa bermanfaat untuk pasien yang sakit berat?
Dokter umum kandidat PhD bidang Medical Science di Kobe University Dr. Adam Prabata buka suara mengenai terapi plasma darah konvalesen. Penjelasan soal plasma konvalesen dipaparkan secara sistematis melalui akun Instagram miliknya @adamprabata.
Dr. Adam mengungkapkan terapi plasma darah konvalesen untuk pasien Covid-19 berat dan kritis tidak menunjukkan penurunan angka kematian dan tidak menunjukkan perbaikan kondisi klinis.
"Hal ini diduga karena kerusakan paru sudah terlalu parah pada pasien Covid-19 berat, sehingga plasma konvalesen tidak memberikan efek," tulis Dr Adam melalui unggahan foto, seperti dikutip Bisnis.com, Selasa (19/1/2021).
Hal yang sama juga berlaku pada terapi plasma darah konvalesen untuk pasien Covid-19 bergejala sedang yang dirawat inap atau yang tidak menunjukkan penurunan angka kematian dan tidak mencegah perburukan kondisi pasien.
Di Inggris, kata dia, penelitian plasma kovalesen skala besar dengan lebih 10.000 pasien dihentikan karena tidak terbukti menurunkan angka kematian. Dr. Adam menjelaskan plasma darah tidak bisa menggantikan vaksin. Pasalnya, plasma darah diberikan pada orang yang sudah terinfeksi Covid-19. Sementara itu, vaksin diberikan pada orang sehat untuk pencegahan infeksi dan/atau gejala.
Menurutnya, terapi plasma konvalesen untuk Covid-19 diduga bermanfaat bila diberikan pada fase awal penyakit dengan titer antibodi yang tinggi.
Berdasarkan data Institut Kesehatan Nasional (NIH) yang diunggah Dr Adam, kemungkinan efek samping dari plasma konvalesen sebagai berikut:
1. Antibody dependent enhancement (ADE)
2. Transfussion related acute lung injury (TRALI)
3. Alergi
4. Penyakit terkait sumbatan pembuluh darah
5. Overload volume darah
"Kemungkinan terjadinya efek samping berat dan serius akibat penggunaan plasma konvalesen pada pasien Covid-19 adalah rendah," sambungnya.
Lalu, bagaimana rekomendasi terapi plasma konvalesen? Masyarakat Penyakit Menukar Amerika (IDSA) dan Layanan Kesehatan Nasional (NHS) mengatakan terapi plasma konvalesen hanya boleh diberikan pada konteks uji klinis.
Bahkan, NIH mengatakan bukti ilmiah yang ada belum cukup untuk merekomendasikan atau melarang penggunaan plasma konvalesen untuk pasien Covid-19. Berdasarkan bukti ilmiah terkini, Dr. Adam menyimpulkan bahwa terapi plasma konvalesen tidak terbukti bermanfaat pada pasien Covid-19 dengan gejala sedang, berat, dan kritis.
"Terapi plasma konvalesen diduga bermanfaat untuk mencegah munculnya gejala berta bila diberikan pada fase awal penyakit, yaitu kurang lebih 72 jam setelah gejala muncul, dengan titer antibodi plasma konvalesen yang tinggi," pungkasnya.