Bisnis.com, JAKARTA – Sebuah studi baru-baru ini menyatakan bahwa isolasi mandiri terkait pandemi Covid-19 bisa dipotong menjadi tujuh hari tanpa meningkatkan risiko penyebaran virus corona baru.
Penelitian menunjukkan orang-orang yang dites negatif seminggu setelah melakukan kontak dengan pasien Covid-19 yang dikonfirmasi, tidak mungkin lebih menular daripada mereka yang diisolasi dua kali lipat tanpa pengujian.
Saat ini, sebagian besar pemerintah dan lembaga kesehatan memaksa orang-orang yang melakukan kontak dengan pasien untuk menjalani karantina sekitar 14 hari atau 10 hari. Akan tetapi penelitian menunjukkan ada indikasi bahwa periode itu bisa dipangkas menjadi lebih singkat.
Para ilmuwan mengatakan bahwa penggunaan tes harian rapid lateral flow antigen (LFA) untuk kontak terlacak selama lima hari berpotensi menggantikan persyaratan untuk mengisolasi diri secara mandiri, jika semua tes menunjukkan hasil negatif.
Langkah yang disarankan berpotensi mencegah tingkat yang sama sekitar 50 persen dari penularan virus berikutnya seperti pendekatan 14 hari, tetapi tanpa perlu karantina sama sekali. Studi itu memperhitungkan potensi viral load orang yang terinfeksi dan sensitivitas tes.
Namun demikian, penulis menekankan bahwa masyarakat harus terus mengamati dan menerapkan pedoman resmi tentang karantina dan isolasi mandiri, sampai temuan mereka dapat diverifikasi melalui penelitian lebih lanjut.
Para peneliti menambahkan bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan kepatuhan terhadap aturan dan mengurangi dampak finansial dan sosial pada mereka yang terkena dampak, sembari mempertahankan pengendalian virus setidaknya sama baiknya.
Sam Clifford, penulis utama penelitian dan anggota kelompok kerja CMMID Covid-19 di London School of Hygiene and Tropical Medicine menjelaskan kepatuhan terhadap aturan karantina adalah kunci untuk mengurangi penularan virus corona selanjutnya.
“Temuan menunjukkan bahwa menggabungkan pengujian kontak ke dalam sistem isolasi berpotensi mengurangi waktu karantina, dan pada gilirannya dapat meningkatkan kepatuhan dengan membuatnya lebih mudah untuk menyelesaikan periode isolasi,” katanya seperti dikutip Metro UK, Jumat (22/1).
Dia melanjutkan komponen besar dari efek strategi apa pun yang dimodelkan adalah isolasi ketat pada awal gejala Covid-19, yang harus diikuti kapan saja setelah terpapar, termasuk setelah akhir periode karantina yang ditentukan atau setelah hasil tes negatif.
Dalam studi anyar yang diterbitkan di The Lancet Public Health, peneliti menggunakan pemodelan matematika untuk memperkirakan efek dari karantina yang berbeda dan strategi pengujian untuk mengurangi penularan selanjutnya dari infeksi sekunder terlacak.
Menggunakan data dari PHE dan NHS England, mereka mensimulasikan tingkat virus yang kemungkinan besar dihasilkan oleh orang yang terinfeksi pada setiap tahapan, di samping waktu gejala, sensitivitas tes, dan waktu pelacakan serta pengujian.
Model itu mengasumsikan tingkat kepatuhan isolasi diri sedang, dengan 67 persen orang menyelesaikan periode dua minggu yang direkomendasikan dan 50 persen kontak dari kasus yang dikonfirmasi menyelesaikan 14 hari.
Berdasarkan asumsi tersebut, menyelesaikan periode 14 hari kontak kasus Covid-19 diperkirakan mencegah 59 persen penularan virus ke depan. Proporsi serupa berpotensi dicegah hanya dengan tujuh hari isolasi jika tes PCR atau LFA dilakukan pada hari terakhir.
Peneliti mencatat, mengurangi penundaan seperti pelacakan dan pemberitahuan kontak merupakan bagian integral untuk membuat orang dikarantina secepat mungkin. Mereka mengatakan penelitian tidak mempertimbangkan aspek lain dari sistem pengujian dan pelacakan yang mungkin memengaruhi penularan virus.
Ini termasuk jumlah orang positif Covid-19 yang tidak terlibat dalam sistem sama sekali, variasi dalam jumlah kasus sekunder yang ditimbulkan oleh orang terinfeksi, dan proporsi kasus sekunder yang tidak terlacak.