Bisnis.com, JAKARTA - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman meminta pemerintah tidak menganggap enteng mutasi virus corona asal Inggris, B117. Pasalnya varian baru ini lebih cepat menular dan berdasarkan penelitian meningkatkan risiko akan kematian.
Dia menjelaskan dari penelitian yang diterbitkan di jurnal medis, Lancet, dikatakan bahwa B117 ini 60 persen lebih cepat menular. Sementara tim ahli dari Inggris menyebut mutasi tersebut lebih mematikan 30-40 persen.
Kaitan antara percepatan penularan dan peningkatan kematian kata Dicky sangat lah logis. Artinya lebih cepat penularan akan lebih orang terinfeksi bahkan bisa menyasar semua kelompok usia, lebih banyak kasus, lebih banyak orang yang dirawat, dan tentu akan menyebabkan banyak kematian.
Oleh karena itu, Dicky meminta pemerintah responsif menangani mutasi B117 ini. Dia berharap Presiden diberikan informasi yang jelas terkait dampak dari varian virus Covid-19 ini.
"Setelah setahun ini yang suplai informasi ke presiden ini harus betul selektif dan benar paham epidemiologi yang sebenarnya supaya beliau terinformasi kondisi dan potensi ancaman yang sesungguhnya, bukan laporan asal bapak senang," tegasnya kepada Bisnis, Jumat (5/3/2021).
Indonesia katanya harus mencontoh Australia. Ketika mutasi baru ditemukan awal Januari 2021, pemerintah setempat langsung memperketat protokol kesehatan dan pengawasan dengan memberlakukan lockdown selama 3 hari.
Pemerintah Australia dengan sigap melakukan testing dan tracing kepada 19.125 orang yang diduga kontak erat guna meminimalisir penyebaran varian baru secara luas dan masuk ke komunitas. Sebanyak 120 orang diantaranya dikarantina dan didapatkan hasil 7 orang terinfeksi mutasi baru ini.
"Kalau kita mau klaim ini (mutasi B117) aman, harus begitu dulu, kalau tidak itu klaim yang tidak berdasar argumentasi, tidak berdasar intervensi yang valid," sebutnya.