Bisnis.com, JAKARTA — Terapi sel punca atau stem cell mesenkim asal tali pusat mampu menurunkan tingkat kematian pada pasien Covid-19 yang dirawat dengan gejala kritis. Penelitian yang dilakukan tim di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) bekerja sama dengan empat rumah sakit yaitu RSCM, RSUP Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, dan RSUI membuktikan efektivitas terapi itu.
Mengutip Tempo, Sabtu (12/6/2021), dalam acara virtual Temu Media FKUI Peduli Covid-19, Jumat (11/6/2021), ketua tim peneliti Ismail Hadisoebroto Dilogo menjelaskan, terapi stem cell itu sangat mungkin dilakukan di rumah sakit lain. Terapi dilakukan melalui infus NaCl yang sudah rutin dan biasa dilakukan di semua fasilitas ICU. "Cukup ikuti saja protokolnya, ini sangat visible," kata Guru Besar Ortopedi dan Traumatologi FKUI ini.
Ismail menjelaskan, penelitiannya dilakukan pada 40 pasien Covid-19 kategori kritis di empat rumah sakit tersebut. Sebanyak 20 pasien mendapatkan terapi standar ditambah terapi sel punca, dan 20 pasien lain hanya mendapatkan terapi standar. “Semua pasien kategori kritis,” tutur dia.
Hasil penelitian yang baru diterbitkan dalam jurnal internasional TEM CELLS Translational Medicine itu menjelaskan bahwa pasien Covid-19 kategori kritis yang mendapatkan terapi tambahan memiliki tingkat keberlangsungan hidup alias survival rate 2,5 kali lipat lebih tinggi.
Jika dilihat dari penyakit penyerta, pasien yang mendapatkan terapi stem cell tersebut bahkan terukur memiliki tingkat keberlangsungan hidupnya 4,5 kali lipat daripada pasien yang terkontrol. Sebagai catatan, pasien Covid-19 kategori kritis memiliki angka mortalitas sebesar 83 persen.
Baca Juga : Menristek Ingin Terapi Stem Cell Semakin Unggul |
---|
Sel punca mesenkimal atau mesenchymal stem cells adalah kumpulan sel punca nonhematopoietik yang berasal dari beberapa jaringan dewasa. Contohnya sumsum tulang, jaringan adiposa, pulpa gigi, membran amnion, plasenta, dan cairan ketuban. “Sel punca yang digunakan dalam penelitian berasal dari tali pusat dari bank sel punca,” kata Ismail yang juga Kepala Instalasi Pelayan Terpadu Teknologi Kedoteran Sel Punca RSCM itu.
Pakar anatomi FKUI yang juga terlibat dalam penelitian itu, Isabella Kurnia Liem, menambahkan bahwa metode yang digunakan dalam terapi stem cell itu mudah dilakukan. Perawat tidak perlu melakukan tindakan interfensif lebih lanjut. “Hanya melalui infus NaCl, kita suntikkan, lalu kita jaga dan digoyang-goyangkan, sambil kita amati,” kata Bella.
Selanjutnya, saat infus NaCl itu akan mengikuti sistem anatomi manusia atau pasien tersebut. "Menariknya stem cell ini cukup pintar," katanya sambil menambahkan, "Karena banyak yang terperangkap dalam paru-paru dan bisa memperbaiki jaringan yang rusak karena peradangan oleh infeksi virus Covid-19."
Penerapan terapi stem cell pada pasien Covid-19 kategori kritis itu dapat secara signifikan menurunkan Interlukin-6 (IL-6) atau sitokin proinflamasi dalam proses pemulihan pasien dan disebutkan tidak memiliki efek samping sama sekali. “Ini menjadi harapan baru bagi pasien Covid-19, terutama yang memiliki komorbid," kata Bella.
Penerapan stem cell menjadi terapi adjuvan bagi pasien Covid-19 kritis, meningkatkan kelangsungan hidup dengan memodulasi sistem imun ke arah anti-inflamasi atau antiperadangan. Namun, penerapan di rumah sakit lain masih menunggu izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).