Bisnis.com, JAKARTA – Tocilizumab dapat digunakan sebagai terapi untuk sindrom badai sitokin pada pasien Covid-19, seperti yang diderita Deddy Corbuzier. Hal tersebut menurut case report yang dipublikasikan di National Library of Medicine.
Tocilizumab merupakan agen antibodi monoklonal humanisasi yang sebagian besar digunakan untuk mengobati rheumatoid. Di Indonesia, tocilizumab digunakan sebagai terapi rheumatoid arthritis dan juvenile idiopathic arthritis pada anak diatas usia 2 tahun.
Mengutip Alomedika, Senin (23/8/2021), tocilizumab merupakan rekombinan dari antibodi manusia monoklonal dari subkelas IgG1 dan antagonis reseptor interleukin-6 (IL-6). IL-6 ditemukan terlibat dalam berbagai patogenesis penyakit inflamasi reumatik autoimun, termasuk rheumatoid arthritis.
Tocilizumab berikatan dengan kedua reseptor IL-6 yaitu reseptor soluble dan reseptor membran IL-6 sehingga menghambat sinyal IL-6 yang mengakibatkan penurunan produksi mediator inflamasi.
Dalam case report ini, para peneliti mendeskripsikan seorang pasien laki-laki berusia 53 tahun yang didiagnosis dengan Covid-19.
Evaluasi lebih lanjut dari pasien ini menunjukkan adanya peningkatan bermakna kadar IL-6 dalam darah disertai dengan hiperferitinemia, yang sesuai dengan karakteristik sindrom badai sitokin. Pasien diterapi dengan tocilizumab, sebuah antibodi monoklonal dan antagonis reseptor IL-6. Ikatan antara tocilizumab dan IL-6 secara efektif menghambat dan menangani sindrom badai sitokin.
“Sayangnya, tocilizumab yang saat ini menjadi salah satu obat utama pada kasus Covid-19 dengan komplikasi sindrom badai sitokin, stoknya kurang di Indonesia dan juga di tingkat global,” kata Ari Fahrial Syam, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang juga penulis utama case report ini.
Meskipun laporan kasus ini melaporkan efektivitas tocilizumab dalam tata laksana sindrom badai sitokin, tocilizumab juga diketahui memiliki berbagai efek samping yang perlu dipantau secara ketat selama pengobatan.
Menurut FDA, ada beberapa efek yang mungkin muncul seperti, infeksi serius, perforasi gastrointestinal yang dilaporkan sebagai komplikasi divertikulitis, reaksi infus, anafilaksis, dan kelainan parameter laboratorium.
Oleh karena itu, diperlukan uji klinis terkendali untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan pemberian tocilizumab pada subjek dengan karakteristik klinis yang bervariasi dan dengan jumlah subjek yang lebih banyak.
WHO sendiri sudah merekomendasikan obat ini untuk kasus berat dan kritis karena obat ini dapat mengurangi kematian dan menekan penggunaan ventilator pada kelompok pasien tersebut.
Dengan adanya case report ini, Ari berharap dapat menjadi pelajaran untuk rekan-rekan sejawat dalam menangani kasus Covid-19 yang angka kematiannya cukup tinggi.