Bisnis.com, JAKARTA – Memperingati World Health Mental Day, psikolog klinis dan kesehatan mental Margaretha mengatakan pemahaman kesehatan mental belum setinggi pemahaman kesehatan fisik. Bahkan, di kalangan tenaga kesehatan dan pendidik pun masih cukup rendah.
“Bukan hanya orang-orang atau orangtua kita, bahkan di guru, bahkan di tenaga kesehatan sendiri belum cukup tinggi tingkat pemahamannya,” ujarnya dalam diskusi virtual bertajuk “Sudah Sehatkah Jiwa Anda?”, Selasa (11/10/2021) dalam rangka Hari Kesehatan Mental Sedunia (World Mental Health Day) yang jatuh pada 10 Oktober.
Menurut Margaretha, dampak rendahnya literasi tersebut, banyak orang-orang yang mengalami kesehatan mental tidak tertangani dengan baik.
“Kalau mereka tidak peka terhadap gejala kebutuhan kesehatan mental, akhirnya abai. Pada akhirnya orang-orang yang harusnya mengakses layanan karena keburu takut distigma dan mereka akhirnya tersisihkan,” sambungnya.
Pengertian kesehatan mental menurut WHO adalah keadaan sejahtera setiap individu, dalam mewujudkan potensi diri sendiri.
Margaretha berpendapat, semua pihak harus mulai meningkatkan pemahaman literasi kesehatan mental. Terlebih, seperti tenaga kesehatan di puskesmas, perawat, dokter dan guru juga di sekolah.
Berdasarkan catatan BPS, 4 persen usia 15-24 tahun dari 11 ribu sampel di Indonesia pernah melalukan upaya bunuh diri.
“Itu bukan jumlah kecil. Itu yang melakukan, yang punya ide itu 6 persen yang terlaporkan. Di luar itu tentu kita gak tahu,” ucapnya.
Dia menuturkan, bunuh diri adalah persoalan jiwa yang cukup berat, namun hal ini bisa dicegah. Seandainya literasi kesehatan mental pada tenaga publik memadai.
“Andai orang-orang yang mengenali gejala-gejala ketika dia mulai merasa hidupnya tak berdaya, tidak ada artinya. Andai ada telinga yang mendengarkan, andai ada tangan yang mencoba menopang. Kamu gak sendirian. Itu tak perlu sampai ke bunuh diri,” pungkas Margaretha.