Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah studi baru-baru ini menjelaskan mengapa olahraga dapat membantu melindungi struktur dan fungsi otak kita seiring bertambahnya usia. Menurut temuan mereka, aktivitas fisik mengubah aktivitas sel-sel kekebalan otak, yang menurunkan peradangan di otak.
Otak mengandung kelas sel kekebalan khusus yang dikenal sebagai mikroglia, yang terus-menerus mengamati jaringan otak untuk mengetahui adanya kerusakan atau infeksi, dan membersihkan puing-puing atau sel-sel yang sekarat.
Mikroglia juga membantu mengarahkan produksi neuron baru (sel saraf di otak yang berkomunikasi dan mengirim pesan ke sel lain) melalui proses yang disebut neurogenesis, yang terkait dengan pembelajaran dan memori.
Tetapi agar mikroglia dapat meningkatkan dan melakukan tugasnya, mereka perlu beralih dari keadaan istirahat ke keadaan aktif.
Sinyal dari patogen (seperti virus) atau dari sel yang rusak akan mengaktifkan mikroglia. Ini mengubah bentuknya dan menyebabkan mereka menghasilkan molekul pro-inflamasi, memungkinkan mereka untuk mengatasi dan memperbaiki kerusakan atau infeksi.
Studi pada tikus laboratorium dan tikus telah menunjukkan bahwa olahraga dapat melawan beberapa efek merusak dari aktivasi mikroglia. Tetapi, studi terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Neuroscience untuk pertama kalinya mengungkapkan hubungan antara aktivitas fisik, pengurangan aktivasi mikroglial dan fungsi kognitif yang lebih baik di otak manusia. Demikian dilansir dari Neuroscience, Selasa (30/11/2021).
Para peneliti mengamati 167 pria dan wanita yang berpartisipasi dalam Rush Memory and Aging Project. Ini adalah proyek jangka panjang di Universitas Rush di Chicago yang berusaha mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kesehatan otak pada orang tua.
Peserta yang terlibat menyelesaikan penilaian tahunan aktivitas fisik mereka, yang dipantau oleh pelacak aktivitas yang bisa dipakai, disamping penilaian fungsi kognitif dan kinerja motorik mereka, seperti kekuatan otot dan kecepatan berjalan.
Peserta juga menyumbangkan otak mereka untuk dianalisis post-mortem sebagai bagian dari penelitian. Ini memungkinkan para peneliti untuk menganalisis jaringan otak untuk bukti mikroglia yang diaktifkan, dan untuk tanda-tanda penyakit di otak seperti pembuluh darah yang tidak sehat atau adanya plak yang mengandung protein beta-amyloid yang merupakan ciri khas penyakit Alzheimer.
Tingkat protein sinaptik di otak peserta juga dilihat. Sinapsis adalah persimpangan kecil antara sel-sel saraf dimana informasi ditransmisikan, sehingga tingkat ini memberikan indikasi luas fungsi otak yang sehat.
Rata-rata, para peserta berusia 86 tahun saat aktivitas fisik mereka mulai dipantau meninggal saat mereka berusia sekitar 90 tahun. Sekitar sepertiga dari peserta tidak memiliki gangguan kognitif, sepertiga memiliki gangguan kognitif ringan dan sepertiga telah didiagnosis dengan demensia.
Tetapi analisis post-mortem mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen peserta benar-benar memiliki tanda-tanda penyakit Alzheimer di otak, seperti plak amiloid. Ini menunjukkan bahwa adanya tanda-tanda khas penyakit Alzheimer tidak selalu berarti seseorang akan menunjukkan gejala utama gangguan kognitif saat mereka masih hidup.
Tidak mengherankan, semakin muda peserta, semakin aktif secara fisik dan semakin baik fungsi motorik mereka. Secara keseluruhan, menjadi lebih aktif secara fisik dikaitkan dengan aktivasi mikroglial yang lebih rendah di daerah otak tertentu (seperti gyrus temporal inferior, yang terlibat dalam memori dan ingatan) yang biasanya terpengaruh sejak awal ketika Alzheimer mulai berkembang.
Meski menjanjikan, ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini.
Analisis post-mortem hanya dapat mengungkapkan satu snapshot dalam waktu status otak. Artinya, kita tidak dapat mengetahui dengan pasti kapan tanda-tanda penyakit berkembang di otak peserta dan pada titik mana aktivitas fisik dapat membuat perbedaan.
Selain itu, studi ini hanya observasional, yang berarti mengamati perubahan pada peserta yang menjalani kehidupan mereka, sebagai lawan dari studi intervensi di mana orang yang berbeda akan secara acak ditugaskan ke dua kelompok berbeda di mana beberapa berolahraga dan beberapa tidak.
Oleh karena itu, kita tidak dapat menyimpulkan dengan pasti apakah aktivitas fisik secara langsung menyebabkan perubahan yang diamati pada jaringan otak dan fungsi kognitif. Temuan ini juga tidak menjelaskan mekanisme olahraga yang menyebabkan hal ini.
Namun setidaknya penelitian ini masih menambah bobot bukti bahwa aktivitas fisik dapat melindungi kesehatan dan fungsi otak, bahkan hingga usia tua.
Jadi, mulailah untuk aktif secara fisik karena ini akan memberi kita kesempatan untuk mencegah berkembangnya Alzheimer dan kondisi neurodegeneratif lainnya.