Ilustrasi pria menerima suntikan vaksin booster atau vaksin dosis ketiga/Freepik
Health

Vaksin Tidak Bisa Cegah Infeksi Covid-19 ? Begini Penjelasan Ahli Patologi Klinis

Ni Luh Anggela
Senin, 7 Februari 2022 - 17:50
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kasus Covid-19 di Indonesia semakin melonjak. Bahkan, beberapa kasus diantaranya sudah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis penuh. Kondisi ini kemudian memunculkan pertanyaan, apa betul vaksin Covid-19 tidak bisa mencegah infeksi?

Ahli Patologi Klinik Tonang Dwi Ardyanto mengakui, pada uji klinik vaksin Covid-19 dulu, target yang sudah terbukti memang baru sebatas pada tahap mencegah gejala. Karena itu , apakah vaksin tersebut mampu mencegah infeksi masih belum teruji,

Meskipun demikian, setelah digunakan satu tahun lebih, ada data yang bisa dianalisis.

Lalu, bagaimana setelah vaksinasi di Indonesia berjalan satu tahun?

Dosen dari Universitas Sebelas Maret ini menjelaskan, dari 1 Januari hingga 4 Februari 2022, terdapat 183.974 kasus Covid baru secara kumulatif. Bila jumlah sebenarnya dianggap adalah 10 kali lipat, maka total kasus kumulatif 1.839.740.

Seperti yang kita tahu, jumlah yang yang sudah tervaksinasi lengkap sampai saat ini adalah 48 persen (130.462.639) sedangkan total minimal yang telah menerima dosis pertama adalah 68 persen (186.205.028).

"Bila pada[orang] yang sudah divaksinasi ini terinfeksi Covid lagi, maka disebut Breakthrough Infection (angkanya kita sebut saja B-Infection rate)," kata dr Tonang.

Setidaknya, ada tiga simulasi yang dia buat.

Simulasi pertama. Dia menuturkan, seandainya dianggap semua kasus baru itu terjadi pada mereka yang sudah divaksinasi minimal dosis pertama, maka B-infection rate kita 1.839.740 / 186.205.028 = 0,99 persen.

Simulasi kedua. Seandainya jumlah kasus baru itu proporsional (68 persen atau 13 dari 18 kasus pada kelompok yang sudah divaksinasi dan 32 persen atau 5 dari 18 kasus pada kelompok belum divaksinasi), maka B-Infection rate sebesar (68 persen x 1.839.740) / 186.205.028 = 0,68 persen.

"Makin kecil. Atau, makin banyak yang tercegah infeksi pada kelompok yang sudah divaksinasi," ungkapnya.

Simulasi ketiga. Seandainya jumlah kasus sama banyak (masing-masing 9 dari 18 kasus, masing-masing pada kelompok yang sudah divaksinasi dan belum tervaksinasi), maka B-Infection rate adalah (50 persen x 1.839.740) / 186.205.028 = 0,49 persen.

Jika melihat dalam banyak laporan dari luar negeri, jumlah yang terinfeksi pada kelompok yang belum divaksinasi, secara proporsional lebih besar atau bahkan secara jumlah juga bisa lebih banyak daripada kelompok yang sudah divaksinasi.

Bila itu terjadi juga di Indonesia, maka menurutnya B-Infection rate akan lebih rendah lagi.

"Pada ketiga simulasi tersebut, bahkan pada kondisi paling pesimistis (simulasi 1) pun, sekitar 99 persen orang yang sudah tervaksinasi, dapat tercegah dari infeksi," ungkapnya.

Meskipun begitu, dirinya menyadari bahwa ada keterbatasan pada vaksin intramuskular (lewat otot) yang kita gunakan saat ini.

"Tingkat imunitas di paru-paru relatif tinggi, tapi saluran nafas, belum bisa tinggi. Beda dengan kalau nanti sudah bisa dikembangkan vaksin lewat hidung. Saat ini baru uji klinik," katanya, menambahkan bahwa risiko terinfeksi tetap ada setelah kita divaksinasi sampai perkembangan saat ini.

Oleh karena itu, dia menghimbau agar tetap taat prokes karena sebagian besar yang sudah divaksinasi ternyata bisa mencegah infeksi, walaupun ada sebagian kecil yang tetap terinfeksi.

"Itu yang menjadi peringatan kita untuk tetap harus hati-hati walau sudah divaksinasi," katanya.

Penulis : Ni Luh Anggela
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro