Bisnis.com, JAKARTA - Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) diselenggarakan setiap tahun pada 23 Juli.
Momentum ini tidak hanya sekedar perayaan hak-hak anak, tetapi juga menjadi waktu yang tepat untuk refleksi dan evaluasi tentang capaian dan tantangan upaya pemenuhan hak anak di Indonesia.
Apalagi, dengan terjadi pandemi Covid-19 dan krisis iklim di Indonesia, tentu membawa dampak luar biasa di segala bidang. Bahkan sangat dirasakan bagi anak-anak.
Berdasarkan laporan global organisasi Save the Children yang dirilis pada September 2021 menyebutkan bahwa anak-anak Indonesia yang lahir tahun 2020 ke atas berisiko merasakan suhu 7,7 kali lebih panas dibanding yang dialami oleh generasi sebelumnya yang lahir pada 1990.
Tema Hari Anak Nasional 2022, “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, juga menggambarkan tentang pentingnya upaya pemulihan pascapandemi dan membangun ketangguhan anak.
Sejalan dengan tema HAN, maka di Juli 2022, Save the Children Indonesia rupanya mengusung aksi membangun generasi muda iklim. Mengingat, anak-anak menanggung beban berat dari dampak krisis iklim.
“Untuk itu penting agar upaya pemenuhan hak anak juga menyasar pada membangun ketahanan dimulai dari peningkatan kesadaran tentang aksi adaptasi krisis iklim, mendukung ekonomi keluarga, memastikan layanan dasar kesehatan pada anak terpenuhi, mendapat perlindungan sosial, serta hak pendidikan anak,” kata Chief of Advocacy Campaign, Communication & Media Yayasan Save the Children Indonesia, Troy Pantouw melalui diskusi virtual Pekan Berpihak pada Anak, Jumat (22/7/2022).
Data Kementerian Kesehatan tentang Data & Informasi Dampak Perubahan Iklim di Sektor Kesehatan 2021 menjelaskan bahwa penyakit yang berkaitan dengan salah satunya perubahan iklim yaitu, diare, pneumonia, infeksi saluran pernafasan akut, serta beberapa masalah gizi seperti stunting dan underweight.
Sehingga, sebagai upaya untuk mencegah dan mengurangi risiko terhadap anak, penting untuk menyusun strategi dalam memberikan ruang bagi anak-anak untuk bersuara, berkontribusi, dan terlibat dalam pengambilan keputusan yang menetukan masa depan yang aman bagi mereka.
“Partisipasi anak adalah hal yang utama. Save the Children selalu mendorong anak-anak Indonesia untuk memprakarsai kegiatan terutama mereka yang berhadapan dan terdampak langsung dari krisis iklim, atau bahkan yang tidak terjangkau,” kata Ketua Pengurus Yayasan Save the Children, Selina Patta Sumbung.
Partisipasi Anak Jadi Strategi untuk Edukasi Sesama
Kahfi (17) asal DI Yogyakarta, mengatakan anak-anak di bantaran sungai telah menganggap sampah adalah hal yang wajar dan ini menjadi indikasi yang berbahaya dan tidak boleh dibiarkan.
“Banyak yang belum sadar akan bahaya yang ditimbulkan. Sehingga, saya sadar, dengan menggandeng Paguyuban Pengajar Pinggir Sungai (P3S) untuk sama-sama mau ikut menyuarakan aksi generasi iklim karena anak-anak lebih rentan mengalami penyakit, dan bahayanya bagi lingkungan” ungkap Kahfi pada diskusi virtual, Jumat (22/7/2022).
Artinya, berbagai praktik yang telah dilakukan oleh Save the Children dengan mendorong partisipasi anak punya hasil yang baik. Di mana, program ini telah menunjukan bagaimana anak-anak dapat berperan sangat penting di komunitas mereka.
Terbukti dengan bagaimana anak muda mampu mengidentifikasi risiko, mengembangkan rencana aksi, dan melakukan inisiatif untuk berbagai upaya pendidikan pengurangan risiko bencana.
Tak hanya itu, pada kesempatan diskusi virtual ini juga, Save the Children memberi kesempatan kepada perwakilan anak untuk memberi masukan.
"Penting untuk melibatkan anak dan orang muda dalam proses pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan rekomendasi anak serta pengalaman dari kehidupan anak itu sendiri," tegas Kahfi.
Dia pun berharap pemerintah tidak hanya membuka ruang dialog bersama terkit upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dapat membuahkan keadilan iklim yang ramah anak. Tapi juga, anak perlu dilibatkan dalam ruang-ruang diskusi dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan agar terwujud kebijakan yang ramah anak dan berpihak pada anak.