Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia selama dua tahun terakhir menyadarkan banyak orang tentang ketidakmampuan Indonesia untuk memproduksi obat sendiri dengan bahan baku produksi dalam negeri.
Hal itu juga disadari oleh berbagai instansi terkait seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM, para peneliti juga para investor.
“Pandemi ini membuka cakrawala baru, membuka potensi baru dan membuka pemahaman kita betapa pentingnya kemandirian ini, betapa pentingnya membangun industri farmasi besar,” ungkap Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito dalam acara Lokakarya Pemanfaatan Teknologi Pengembangan Obat dan Vaksin Covid-19 untuk Mendukung Pembangunan Ekosistem Kemandirian Obat dan Vaksin, pada Jumat (26/08/2022).
Penny juga menyebutkan, Indonesia sebenarnya sudah seharusnya wujudkan kemandirian dalam pengadaan bahan baku. Hal ini dikarenakan Indonesia sudah punyai potensi yang besar untuk hal ini dengan kekayaan sumber daya alam juga sumber daya manusia.
“Sumber daya alam di Indonesia sangatlah potensial, penelitinya juga sumber daya manusianya juga potensial, investor-investor juga sedang menunggu untuk masuk dan mendukung akses kemandirian industri farmasi kita, sehingga bisa kita dapatkan semuanya dari produksi dalam negeri,” lanjut Penny.
Penny juga menuturkan, cita-cita kemandirian industri farmasi ini juga didukung oleh Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin.
“Saya kira kesepakatan yang sama, Pak Menkes menunjukkan komitmen sangat tinggi juga untuk bagaimana segera mendorong perkembangan dan pertumbuhan industri farmasi untuk mendorong kemandirian tersebut,” ungkap Penny.
Penny dan Menkes juga sepakat dalam kemandirian vaksin, industri derivatif plasma, revaksionisasi plasma darah. Menurutnya BPOM sudah banyak bertindak untuk hal ini, namun masih terkendala bahan baku yang masih import.
“Tadi kami juga membahas tentang vaksin, industri derivatif plasma juga revaksionisasi plasma darah, dalam hal ini BPOM sudah mendorong UGD-UGD, fasilitas kesehatan juga agar CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) UGD nya, dan diujung sana harusnya ada industri yang dibangun tidak 100% bergantung pada import, ini merupakan masalah kita,” ungkap Penny.
Penny berharap dengan mempertemukan pemangku kebijakan (goverment), peneliti (academia) dan juga pelaku usaha (bussines) dalam kerangka triple helix melalui acara Lokakarya Pemanfaatan Teknologi Pengembangan Obat dan Vaksin Covid-19 untuk Mendukung Pembangunan Ekosistem Kemandirian Obat dan Vaksin ini dapat terbangun ekosistem kemandirian obat dan vaksin di Indonesia.
Selain itu, Penny juga berharap kegiatan ini bisa menjembatani peneliti dan mitra industri farmasi untuk memahami pemenuhan standar serta persyaratan yang harus dipenuhi dalam penelitian juga mengembangan obat.
“Dengan adanya rangkaian kegiatan pada hari ini, saya berharap agar para peneliti dan mitra industri farmasi memiliki pemahaman terkait pemenuhan standar dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam penelitian dan pengembangan obat, meliputi Good Laboratory Practices (GLP), Good Manufacturing Practices (GMP), Good Clinical Practices (GCP) dan Good Submission Practices (GSubp).
Juga dapat terbangun komunikasi yang konstruktif dalam mendorong keberlanjutan pengembangan vaksin, termasuk vaksin merah putih, serta penguasaan teknologi yang dapat digunakan untuk penelitian dan pengembangan obat dan vaksin beyond Covid-19,” pungkasi Penny.