Bisnis.com, JAKARTA - BPOM telah mencatat sejumlah produk obat sirup di Indonesia yang mengandung cemaran etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) yang melebihi ambang batas.
Atas temuan ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sementara melarang penggunaan obat-obatan sirup. Pasalnya, hingga saat ini semua masih dalam proses penyelidikan untuk memastikan hubungan antara gagal ginjal akut dengan senyawa tersebut dalam kandungan obat.
Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM, Prof. Apt. Zullies Ikawati, Ph.D., pun menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Dirinya memberi tanggapan bahwa EG dan DEG yang hadir tersebut merupakan satu cemaran yang bisa dijumpai pada bahan baku pelarut pada obat sirup.
“Contohnya, parasetamol. Sebagai suatu obat, seperti sirup, kita membutuhkan zat pelarut. Hal ini agar obat tersebut tidak menggumpal dan menghindari dosis dari paracetamol tersebut tidak rata. Dengan begitu, untuk melarutkan parasetamol dalam bentuk sirup, kita butuh agen yang lain. Nah, dalam farmasi kita butuh solvent (agen pelarut). Pelarutnya tetap air, tapi kita menambahkan senyawa tambahannya sebanyak 5-10% saja. Senyawa yang lazim digunakan itu, seperti propilen glikol, gliserol, etanol, glycerin dan lain sebagainya,” ujar Ketua Program Studi Doktor Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi UGM pada Selasa (25/10/2022).
Bahkan, suatu senyawa tambahan yang lazim digunakan pun berpotensi menimbulkan cemaran. Sebab dari pembuatannya, senyawa tambahan berasal dari gabungan senyawa lain
“Mengacu pada Farmakope, cemaran sebanyak 0,01 persen untuk bahan baku itu aman dan dalam proses formulasi artinya itu bisa digunakan. Nantinya, cemaran itu akan terdeteksi. Tapi, selama tidak melebihi ambang batas ya aman,” ungkapnya.
Lantas, apa yang terjadi jika senyawa yang melebihi ambang batas tersebut masuk ke dalam tubuh?
Zullies menjelaskan, ketika masuk ke tubuh, senyawa DEG, EG atau EGBE ini mengalami oksidasi oleh enzim sehingga menjadi glikol aldehid kemudian kembali dioksidasi menjadi asam glikol oksalat dan kemudian membentuk lagi menjadi asam oksalat. Asam oksalat inilah yang memicu membentuk batu ginjal.
“Asam oksalat jika sudah mengkristal akan berbentuk seperti jarum tajam, kalau ketemu kalsium akan terbetuk garam yang sukar larut air dan larinya akan ke organ seperti empedu dan ginjal. Jika lari ke ginjal akan jadi batu ginjal. Kristalnya tajam akan mencederai ginjal,” terangnya.
Jika kondisi ini terjadi pada anak-anak yang notabene memiliki ukuran ginjal lebih kecil, dampak yang ditimbulkan akan parah. Tidak hanya memapar di ginjal dan bisa memicu kematian yang cepat.
Lebih lanjut, Zullies pun menanggapi pertanyaan publik, mengapa senyawa yang melebihi batas ambang ini dapat beredar di pasaran.
“Dalam membuat obat pasti perusahaan farmasi akan menerima bahan baku dari supplier. Nah, biasanya supplier berbeda, maka spesifikasi bahan bakunya akan berbeda pula. Misal, tahun ini, batch-nya sama. Tapi, tahun kedua, pihak farmasi menggunakan sumber berbeda yang barang kali speknya/cemarannya berbeda. Ini bisa terjadi. Jadi harus di cross check,” ungkap Zullies.
Alternatif Obat Sirup
Untuk saat ini masyarakat disarankan sementara waktu mengikuti saran dari lembaga resmi pemerintah seperti Kemenkes, BPOM, asosiasi dokter dan lainnya untuk menghindari konsumsi obat bentuk sirup hingga diperoleh hasil yang lebih pasti.
Zullies mengimbau, apabila anak-anak mengalami sakit demam, batuk, maupun pilek sebaiknya mengonsumsi obat parasetamol dalam bentuk puyer, kapsul, tablet, suppositoria atau bentuk lainnya.
“Untuk mengurangi rasa pahit bisa ditambahkan pemanis yang aman bagi anak. Misal, mau menggunakan pemanis seperti madu, maka penting untuk selalu mengonsultasikan efek penggunaan obat sirup dengan dokter,” jelasnya.
Di kesempatan yang sama, dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A. mengungkapkan masyarakat khususnya orang tua untuk tetap tenang dan tidak panik
“Kalau ada anak batuk pilek. Baiknya lakukan pemantauan selama 3 hari. Anak bisa kita berikan minum yang cukup dan istirahat. Jika, gejalanya tidak membaik silakan konsultasikan ke dokter,” katanya.