Bisnis.com, JAKARTA - Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa pneumonia merupakan penyakit berbahaya dan menjadi satu-satunya penyakit menular yang menjadi penyebab kematian pada anak.
Setiap tahun, setidaknya ada lebih dari 600.000 anak yang meninggal akibat penyakit yang juga disebut sebagai radang paru atau paru-paru basah ini.
Kurangnya kesadaran akan hal ini sebab pneumonia memiliki gejala yang hampir sama dengan flu seperti demam, batuk dan radang tenggorokan.
Namun bedanya, pneumonia memiliki gejala khas yang tidak ada pada penderita flu atau common cold yaitu disertai sesak napas, nyeri pada dada ketika batu atau bernapas, terlihat cekungan di dada bagian bawah saat bernapas, tubuh mudah lelah, hingga infeksi telinga.
Dr. dr. Allen Widyasanto, dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Siloam menjelaskan bahwa pneumonia merupakan infeksi atau peradangan akut di jaringan paru yang umumnya disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, seperti bakteri, virus, parasit dan jamur.
Steptococcus pneumoni adalah bakteri yang menyerang saluran nafas dan menyebabkan pneumonia. Bakteri dan virus pneumonia ini menyebar dengan cepat melalui percikan air liur ketika penderita batuk dan bersin.
Selain itu, pneumonia juga bisa disebabkan paparan dari bahan kimia yang bisa mengakibatkan kerusakan fisik paru.
Pada anak, pneumonia tidak disebabkan oleh satu faktor tetapi bisa diakibatkan oleh gabungan beberapa faktor seperti kekebalan tubuh, lingkungan yang berupa eksposure terhadap asap rokok dan polusi serta bawaan penyakit paru sejak lahir.
"Pneumonia dapat menyerang anak yang sehat maupun yang sudah memiliki penyakit bawaan. Akan tetapi risiko pneumonia pada anak jiga akan meningkat jika anak memiliki berbagai faktor risiko," ujarnya dalam media gathering dan diskusi bertajuk “Risiko Pneumonia di Era New Normal: Siapa Saja, Dimana Saja, Bisa Kena” yang diselenggarakan Pfizer dan Lippo General Insurance didukung Siloam Hospitals.
Beberapa faktor risiko pada anak antara lain:
- Di bawah usia dua tahun
- Memiliki penyakit kronis pada jantung, paru-paru, dan ginjal
- Diabetes
- Terinfeksi HIV, pernah melakukan transplantasi organ atau memiliki kondisi masalah pada sistem kekebalan tubuh
- Menggunakan implan pada koklea
- Sindrom nefrotik
- Penyakit sickle cell
- Limpa rusak atau tidak ada limpa
- Kebocoran cairan serebrospinal
Menurutnya, anak memiliki risiko besar terkena pneumonia karena sistem kekebalan tubuh yang belum sempurna dan sepenuhnya berkembang, terutama untuk anak-anak yang berada di bawah usia 5 tahun.
Adapun risiko kematian pada penderita pneumonia terjadi karena pada kondisi tersebut, infeksi menyebabkan peradangan pada kantong-kantong udara kecil (alveoli) di salah satu atau kedua paru-paru. Akibatnya, alveoli dipenuhi cairan atau nanah.
"Alveoli ini seharusnya diisi oleh udara tapi karena ada infeksi dan peradangan justru diisi nanah atau cairan sehingga proses pertukaran antara oksigen dan karbondioksida terganggu sehingga darah yang dialirkan kekurangan oksigen dan bila dibiarkan bisa menyebabkan kematian," jelasnya.
Untuk mencegah risiko pneumonia maka penting memberikan vaksinasi pada anak. Pemberian vaksin pada anak diprioritaskan dalam 2 tahun pertama usia anak, karena sistem imun yang lebih rendah dan menyebabkan anak lebih rentan terhadap penyakit menular, terutama yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus seperti pneumonia.
"Vaksinasi pneumonia bagi anak dilakukan sebanyak tiga kali plus satu kali sebagai boosting atau vaksin penguat," jelasnya.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM) memberikan persetujuan bahwa vaksin pneumonia telah dapat diberikan untuk semua rentang usia, mencakup bayi, anak dan remaja dari usia 6 minggu hingga 17 tahun serta dewasa berusia 18 – 49 tahun.
Ini merupakan tambahan dari penggunaan vaksin yang telah disetujui untuk mencegah pneumonia bagi anak-anak berusia 6 bulan – 5 tahun dan dewasa diatas usia 50 tahun.