Bisnis.com, JAKARTA - Banyak wanita memahami payudara memiliki peran penting dalam proses menyusui.
Pasalnya, selain memproduksi Air Susu Ibu (ASI) yang menjadi sumber makanan utama pada bayi, proses menyusui diyakini dapat mengurangi risiko terkena kanker payudara pada wanita.
Namun, bagaimana jika justru seorang ibu menghadapi diagnosis kanker payudara, apakah dia masih dapat menyusui bayinya?
Konsultan Senior Onkologi Medis Parkway Cancer Centre, Singapura Khoo Kei Siong mengatakan seorang wanita yang memiliki kanker payudara tetap dapat memberikan ASI kepada bayinya.
"Ibu yang menyusui tidak akan menularkan sel kanker kepada bayinya dan dia [wanita penyintas kanker payudara] tetap bisa memproduksi ASI," ujarnya.
Begitu pula ketika seorang perempuan mengandung, maka sel kanker yang ada di tubuhnya tidak akan bisa menembus atau melewati plasenta bayi sehingga tidak serta merta menularkan penyakit kanker pada anaknya.
Meski demikian, hal yang tidak bisa dipungkiri soal kenyataan, di mana anak-anak dari keluarga yang memiliki banyak kasus kanker payudara atau ovarium, berisiko mewarisi gen BRCA (Breast Cancer Gene) yang dapat bermutasi menjadi BRCA 1 atau BRCA 2.
"Jika anak-anak ini membawa gen yang sudah bermutasi tersebut maka mereka memiliki risiko yang lebih besar terkena kanker payudara atau ovarium atau keduanya," ujarnya.
Namun, lain halnya ketika seorang wanita yang menderita kanker payudara telah melakukan proses pembedahan melalui operasi lumpektomi dan dilanjutkan dengan terapi sinar untuk proses pengobatannya maka dia sudah tidak lagi dapat menyusui sang bayi karena proses produksi ASI nya akan terganggu.
"Tapi wanita tersebut tetap dapat bisa menyusui dari payudara yang di sisi lain," tambahnya.
Seperti diketahui bahwa kanker payudara menjadi salah satu jenis kanker yang paling umum dijumpai pada wanita di seluruh dunia.
Menurut riset Global Cancer Incidence Mortality and Prevalence (Globocan) pada 2020, kejadian baru kanker payudara di seluruh dunia menempati urutan pertama golongan kanker dengan 2,3 juta kasus dan 680.000 kematian.
Salah satu penyebab terbesarnya adalah faktor genetik, di mana setiap anggota keluarga yang memiliki riwayat kanker payudara, membuat risiko menderita kanker lebih besar di usia muda, lantaran adanya mutasi gen BRCA.
Bahkan, mutasi gen BRCA ditemukan pada kurang dari 10 persen pasien kanker payudara.
"Tidak hanya pada wanita, pria (yang membawa mutasi gen Breast Cancer Gene alias BRCA pun memiliki risiko yang lebih tinggi terkena kanker payudara meskipun jumlahnya masih sangat kecil," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (15/5/2023).
Kebanyakan kanker hasil mutasi gen BRCA ini adalah kanker triple negative yang terbilang lebih agresif dan mudah menyebar.
Karena itulah, seseorang yang memiliki faktor genetik atau keluarga yang terinfeksi kanker payudara perlu melakukan deteksi dini melalui screening atau dengan melakukan tes gen BRCA.
Jika di dalam tubuhnya terdeteksi adanya gen pembawa kanker maka dapat segera melakukan pencegahan untuk menurunkan risiko kanker payudara melalui kemoprevensi yakni melakukan terapi dengan mengonsumsi obat.
"Cara ini dapat menurunkan risiko kanker hingga setengahnya," ujar Khoo.
Menurutnya, jika ingin menurunkan risiko kanker hingga mendekati 0 persen maka pasien dapat melakukan proses pengangkatan payudara atau bilateral mastektomi.
Namun, bagi wanita setelah memiliki keluarga yang utuh seperti telah menikah dan telah punya anak, mereka dapat mempertimbangkan untuk melakukan mastektomi bilateral rekonstruksi.