Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai bisa memanfaatkan penggunaan produk tembakau alternatif untuk menekan angka prevalensi merokok yang terus bertambah selain berhenti merokok.
Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo), Dimas Syailendra, mengatakan jumlah perokok dewasa di Indonesia terus meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menghadapi risiko kesehatan ke depan.
Hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan terjadi penambahan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta pada 2021.
"Perlu upaya pencegahan yang mengedepankan prinsip kesadaran risiko melalui pendekatan pengurangan bahaya tembakau supaya lebih efektif dalam menekan prevalensi perokok," katanya dalam siaran pers, Senin (25/9/2023).
Dia menuturkan caranya adalah dengan menggiatkan kampanye berhenti merokok atau dengan memaksimalkan produk tembakau alternatif yang telah terbukti secara kajian ilmiah memiliki risiko yang lebih rendah.
Menurutnya, Pemerintah Indonesia dapat merujuk keberhasilan beberapa negara maju seperti Inggris, Jepang, dan Swedia yang memaksimalkan produk tersebut untuk membantu perokok beralih dari kebiasaannya.
Dimas menyebutkan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik atau vape, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, dapat menjadi opsi bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaannya. Produk tersebut memiliki risiko 90-95 persen lebih rendah daripada rokok.
Fakta profil risiko produk tembakau lebih rendah tersebut dibuktikan oleh kajian ilmiah Public Health England, yang saat ini dikenal sebagai UK Health Security Agency, divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris, pada 2018 dengan judul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products.”
Adapun berkat pemanfaatan produk tembakau alternatif, jumlah perokok di Inggris mencapai 13,3 persen atau setara 6,6 juta jiwa pada tahun 2021. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan 2020 yang mencapai 14 persen.
Selain itu, pada 2022, prevalensi merokok di Swedia turun menjadi sekitar 5,6 persen dari total populasi. Saat ini, Swedia menjadi negara dengan tingkat prevalensi merokok paling rendah di Uni Eropa, bahkan salah satu yang terendah di dunia.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo), Paido Siahaan, mengatakan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu memberikan edukasi bagi masyarakat, khususnya perokok dewasa, mengenai informasi yang akurat tentang produk tersebut.
"Edukasi juga bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan terutama pada non-perokok, remaja dan anak-anak di bawah umur, serta ibu hamil," katanya.