Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah musim dan cuaca yang tidak menentu, banyak orang jadi lebih rentan terserang penyakit dan meningkatkan kebutuhan akan obat-obatan.
Tak jarang, orang pilih-pilih obat ketika sakit. Banyak orang beranggapan bahwa obat bermerek akan lebih ampuh menyembuhkan dibandingkan dengan obat generik.
Atas keyakinan tersebut, tidak sedikit pula yang rela membayar hingga puluhan kali lipat untuk bisa mendapatkan obat yang bermerek.
Di samping mempersoalkan pakai obat yang bermerek dan tidak, kalimat "obat paten" juga sering kali disalah artikan sebagai obat bermerek. Lantas apa yang dimaksud dengan obat paten?
Capacity Building and Engangement Coordinator STARMeds, Hesty Utami Ramadanianti, menjelaskan bahwa kebiasaan orang Indonesia menggunakan kata "paten" untuk obat yang bermerek, dan "generik" untuk yang tidak bermerek.
Padahal paten itu adalah obat yang hanya punya satu penjual, karena pembuat obat tersebut menjadi yang pertama kali menggunakan bahan aktif tertentu sebagai bahan obat.
"Ada salah persepsi bahwa obat paten adalah obat yang bermerek, padahal ini maksudnya adalah obat yang pertama kali diproduksi. Masa paten ini bisa bertahan selama 15-20 tahun untuk satu obat," kata Hesty dalam Kelas Jurnalis di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Kemudian, selama masa paten, industri obat lainnya akan mencari tahu kandungan, racikan, dan cara mengonsumsi obatnya. Sehingga, ketika habis masa patennya mereka bisa mendaftarkan uji bioekivalensi.
Uji bioekivalensi adalah persyaratan agar obat yang sudah mengkopi obat paten bisa didaftarkan ke BPOM dengan beberapa aspek yang menjadi penilaian antara lain mutu, keamanan, dan ketersediaan, sebelum akhirnya diberikan izin edar oleh BPOM.
"Jadi obat copy ini nanti harus dibandingkan dengan obat inovatornya [paten]," jelasnya.
Adapun, setelah berakhirnya masa paten, industri farmasi pembuat obat pertama kali tetap bisa menjual obatnya, mereka kemudian disebut sebagai "Inovator".
Nah, obat-obat yang diproduksi dan didistribusi oleh industri obat yang meniru bahan aktif dari pencipta obat paten inilah yang disebut dengan obat generik. Obat tersebut bisa ada yang bermerek dan ada yang tidak ada mereknya, hanya menerakan kandungan bahan aktif dalam obat pada kemasannya.
"Kalau dibandingkan antara obat generik dan obat paten ya isinya pasti sama, bahan aktifnya juga pasti sama. Bentuk sediaannya juga sama, pemberiannya juga sama," ungkapnya.
Lalu apa yang membedakan?
Hal yang akan menjadi pembeda adalah bahan campuran lainnya, entah itu zat pelarut, penghancur, perasa, dan lainnya yang bisa berbeda di tiap obat.
Bahan tambahan tersebut akan membuat formulasi tiap obat juga berbeda. Hal ini juga yang membuat harga obat menjadi beda, tapi kandungan bahan aktifnya akan tetap sama.
Selain itu, obat yang bermerek juga cenderung memiliki harga lebih mahal karena harus ada upaya untuk melakukan pemasaran, atau karena menggunakan kemasan yang lebih aman.
"Misalnya, kandungan obatnya sama, tapi satunya menggunakan kemasan strip, dan lainnya menggunakan blister. Obat yang menggunakan kemasan blister ini pasti akan lebih mahal karena kemasannya lebih aman terhadap suhu dan bisa mencegah obat mudah hancur," jelas Hesty.