Bisnis.com, JAKARTA — Kecemasan merupakan suatu perasaan yang terjadi kepada seseorang karena khawatir akan sesuatu. Fakta terbaru menunjukkan bahwa kecemasan secara berlebihan memiliki dampak pada tubuh.
Bukan hal baru jika kecemasan bisa mempengaruhi kesehatan mental. Fakta tersebut telah diketahui oleh semua orang namun tak banyak yang tahu jika kecemasan juga dapat berdampak pada kesehatan tubuh.
Kecemasan dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Ini dapat mempengaruhi tubuh dengan berbagai cara, termasuk sistem kardiovaskular, saluran kemih, pencernaan, dan pernapasan. Seseorang dengan kecemasan mungkin merasa gugup, gelisah, tegang, atau takut.
Orang dengan kecemasan dapat mengalami berbagai gejala fisik dan psikologis. Gejala paling umum adalah merasa gugup, tegang, atau takut, kegelisahan, serangan panik, detak jantung yang cepat, pernapasan cepat atau hiperventilasi, dan berkeringat.
Dalam beberapa kasus kecemasan yang parah, orang yang mengalami kecemasan mungkin juga merasakan gejala seperti gemetar, kelelahan, kelemahan, pusing, kesulitan berkonsentrasi, masalah tidur, mual, masalah pencernaan, merasa terlalu dingin atau terlalu panas, dan nyeri dada.
Dampak Kecemasan Pada Tubuh
Amigdala, area otak yang mengatur respons emosional, memainkan peran penting dalam mengembangkan perasaan takut dan cemas. Saat seseorang merasa cemas, stres, atau takut, otak memberi sinyal ke bagian tubuh lainnya.
Sinyal tersebut menyampaikan bahwa tubuh harus bersiap untuk melawan atau melarikan diri. Misalnya, tubuh merespons dengan melepaskan adrenalin dan kortisol, yang oleh banyak orang digambarkan sebagai hormon stres.
Kecemasan dapat berdampak signifikan pada tubuh, dan kecemasan jangka panjang meningkatkan risiko terjadinya kondisi fisik kronis. Beberapa kondisi tubuh akibat kecemasan mempengaruhi meliputi:
1. Perubahan Pernapasan
Selama periode kecemasan, pernapasan seseorang mungkin menjadi cepat dan dangkal , yang disebut hiperventilasi.
Hiperventilasi memungkinkan paru-paru mengambil lebih banyak oksigen dan dengan cepat mengangkutnya ke seluruh tubuh. Oksigen ekstra membantu tubuh bersiap untuk melawan atau melarikan diri.
Hiperventilasi dapat membuat orang merasa tidak mendapat cukup oksigen, dan mungkin terengah-engah. Hal ini dapat memperburuk hiperventilasi.
2. Respon Sistem Kardiovaskular
Kecemasan dapat menyebabkan perubahan pada detak jantung dan sirkulasi darah. Denyut jantung yang lebih cepat memudahkan kita untuk melarikan diri atau melawan, sementara peningkatan aliran darah membawa oksigen dan nutrisi segar ke otot.
Ketika pembuluh darah menyempit, hal ini disebut vasokonstriksi dan dapat memengaruhi suhu tubuh. Orang sering mengalami hot flashes akibat vasokonstriksi. Sebagai tanggapan, tubuh berkeringat untuk menenangkan diri. Hal ini terkadang terlalu efektif dan membuat seseorang merasa kedinginan.
Kecemasan jangka panjang mungkin tidak baik untuk sistem kardiovaskular dan kesehatan jantung. Beberapa studi menunjukkan bahwa kecemasan meningkatkan risiko penyakit jantung pada orang sehat.
3. Gangguan Fungsi Kekebalan Tubuh
Dalam jangka pendek, kecemasan meningkatkan respons sistem kekebalan tubuh. Namun, kecemasan dan stres yang berkepanjangan bisa berdampak sebaliknya .
Kortisol mencegah pelepasan zat yang menyebabkan peradangan, dan mematikan aspek sistem kekebalan yang melawan infeksi, sehingga mengganggu respons kekebalan alami tubuh. Orang dengan gangguan kecemasan kronis lebih mungkin terkena flu biasa, flu, dan jenis infeksi lainnya.
4. Perubahan Fungsi Pencernaan
Kortisol memblokir proses yang dianggap tidak penting oleh tubuh dalam situasi melawan atau lari. Salah satu proses yang terhambat adalah pencernaan. Selain itu, adrenalin mengurangi aliran darah dan melemaskan otot perut.
Kortisol mencegah pelepasan zat yang menyebabkan peradangan, dan mematikan aspek sistem kekebalan yang melawan infeksi, sehingga mengganggu respons kekebalan alami tubuh. Orang dengan gangguan kecemasan kronis lebih mungkin terkena flu biasa, flu, dan jenis infeksi lainnya.
5. Perubahan Fungsi Pencernaan
Kortisol memblokir proses yang dianggap tidak penting oleh tubuh dalam situasi melawan atau lari. Salah satu proses yang terhambat adalah pencernaan. Selain itu, adrenalin mengurangi aliran darah dan melemaskan otot perut.
Akibatnya, seseorang yang mengalami kecemasan bisa mengalami mual, diare, dan perasaan mual di perutnya. Mereka mungkin juga kehilangan nafsu makan.
Riset menunjukkan bahwa stres dan depresi terkait dengan beberapa penyakit pencernaan, termasuk sindrom iritasi usus besar (IBS). Studi menunjukkan kecemasan dan depresi umum terjadi pada orang dengan IBS. (Ernestina Jesica Toji)