Bisnis.com, JAKARTA -- Belakangan, sea moss atau lumut laut tengah ngetren di media sosial TikTok, yang digadang-gadang sebagai makanan super yang digemari banyak influencer kesehatan. Namun, seperti apa manfaat sebenarnya?
Sea moss atau lumut laut merupakan diproduksi menggunakan sejenis rumput laut, khususnya alga merah, yang tumbuh di berbagai lokasi di seluruh dunia.
Tiga spesies utama digunakan dalam produk lumut laut adalah Chondrus crispus, Eucheuma cottonii, dan Gracilaria. Beberapa produk juga mengandung alga cokelat Fucus vesiculosus, umumnya dikenal sebagai bladderwrack, black tang, rockweed, sea grapes, bladder fucus, sea oak, cut weed, dyers fucus, red fucus atau rock wrack.
Banyak influencer kesehatan hingga model ternama seperti Bella Hadid, mengklaim produk sea moss, yang biasanya berbentuk gel, memiliki banyak manfaat kesehatan, termasuk mendukung fungsi otak dan kekebalan tubuh, atau melindungi dari virus dan mikroba lainnya.
Namun, apakah klaim kesehatan ini benar?
Mengutip Mirage News, berdasarkan penelitian terkini yang telah meninjau sifat biologis spesies lumut laut utama (Chondrus crispus, Eucheuma cottonii, Gracilaria, dan Fucus vesiculosus), ditemukan bahwa spesies ini mungkin memiliki sifat antiinflamasi, antioksidan, antikanker, antidiabetik, dan probiotik.
Baca Juga Investor Nikel Hingga Rumput Laut Bersiap, BKPM Rancang Insentif untuk Pacu Industrialisasi |
---|
Namun, sebagian besar penelitian yang berkaitan dengan Chondrus crispus, Gracilaria, dan Fucus vesiculosus, dan Eucheuma cottonii, berasal dari penelitian yang dilakukan dalam tabung reaksi atau menggunakan model sel dan hewan.
Oleh karena itu, kita masih belum boleh berasumsi bahwa efek kesehatan yang terlihat akan sama pada manusia.
Dalam penelitian pada sel dan hewan, peneliti biasanya mengelola alga di laboratorium dan menggunakan ekstrak khusus yang kaya akan senyawa bioaktif daripada produk lumut laut yang tersedia secara komersial.
Mereka juga menggunakan jumlah yang sangat berbeda, seringkali relatif lebih besar dibandingkan dengan apa yang biasanya dikonsumsi seseorang saat mereka memakan produk lumut laut.
Artinya, penelitian yang ada masih belum bisa menjelaskan proses tubuh manusia ketika memakan dan mencerna lumut laut.
Meskipun diduga bisa memberikan efek positif pada manusia. Namun sejauh ini hanya ada sedikit bukti bahwa orang yang mengonsumsi lumut laut akan merasakan manfaat kesehatan yang diklaim.
Adapun, mengonsumsi lumut laut juga diklaim tidak bisa menggantikan kebutuhan akan diet seimbang, termasuk berbagai buah dan sayuran.
Chondrus crispus, Eucheuma cottonii, dan Gracilaria, seperti banyak rumput laut lainnya, merupakan sumber nutrisi yang kaya seperti asam lemak, asam amino, vitamin C, dan mineral.
Nutrisi ini juga mungkin ada dalam lumut laut, meskipun beberapa mungkin hilang selama persiapan produk.
Ada pula klaim lainnya bahwa lumut laut mungkin berbahaya bagi orang dengan masalah tiroid. Hal ini terkait dengan hubungan antara fungsi tiroid dan yodium. Pasalnya, alga yang digunakan untuk membuat lumut laut umumnya merupakan sumber yodium yang penting. Namun, asupan yodium yang berlebihan dapat menyebabkan masalah tiroid, terutama bagi orang dengan kondisi yang sudah ada sebelumnya.
Perlu diperhatikan juga sumber mendapatkan lumut laut tersebut. Karena, apabila berasal dari laut yang tercemar, lumut laut juga berpotensi mengandung timbal, merkuri, dan logam berat lainnya, serta unsur radioaktif yang dapat berbahaya bagi manusia.
Hal ini karena rumput laut dikenal karena kemampuannya mengumpulkan mineral dari lingkungannya, terlepas dari apakah mineral tersebut bermanfaat atau berbahaya bagi nutrisi manusia.
Untuk menggantikan kandungan gizi yang ada dalam produk lumut laut, dapat menggunakan berbagai bahan lain, seperti jeruk nipis, spirulina, dan jahe, dan masih banyak lagi.