Bisnis.com, JAKARTA - Peningkatan prevalensi penyakit kanker di Indonesia telah menunjukkan pengeluaran yang semakin besar pada sistem kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI mencatat BPJS mengeluarkan dana sebesar 3,1 triliun rupiah untuk pengobatan kanker pada tahun 2020, dan meningkat sebesar hampir 50% menjadi 5,9 triliun rupiah di tahun 2023.
Lupi Trilaksono, SF, MM, Apt, Direktur Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, mengatakan kanker merupakan penyebab kematian ketiga tertinggi di Indonesia setelah stroke dan penyakit jantung.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI berkomitmen untuk mengendalikan penyakit kanker melalui inisiatif seperti Rencana Kanker Nasional 2024-2034, yang mencakup tindakan preventif, diagnosis, hingga penanganan kanker.
Salah satu tantangan utamanya adalah keterlambatan diagnosis. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan pemanfaatan kedokteran nuklir.
Kedokteran nuklir adalah cabang medis yang memanfaatkan bahan radioaktif untuk diagnosis dan terapi berbagai penyakit, termasuk kanker. Teknologi ini memungkinkan deteksi kanker dengan akurasi yang lebih tinggi, serta pengobatan yang lebih efektif dengan memanfaatkan radioterapi atau terapi berbasis isotop radioaktif.
Dalam mendukung kedokteran nuklir tersebut,GE HealthCare (GEHC), mendukung penanganan kanker di Indonesia melalui solusi diagnostik dan intervensi inovatif dengan bekerja sama dengan RS Kanker Dharmais.
Evy Hidariyani, Commercial Excellence & Strategic Marketing Leader GE HealthCare, menyatakan, kemitraan dengan RS Kanker Dharmais dan Kementerian Kesehatan RI ini akan fokus terutama pada pengembangan kedokteran nuklir.
Kedokteran nuklir memiliki potensi luar biasa untuk meningkatkan perawatan kanker melalui diagnosis yang lebih cepat dan akurat. Di GE HealthCare, kami berkomitmen untuk mempermudah akses teknologi ini bagi tenaga medis di Indonesia, dengan menghadirkan inovasi terbaru dan pengembangan kapasitas tenaga medis sebagai bagian dari kemitraan ini."
Dr. R. Soeko Werdi Nindito, MARS, Direktur Utama RS Kanker Dharmais, menjelaskan, kemitraan yang telah terjadi sejak bulan Oktober tahun 2023 lalu ini mencakup pelatihan khusus di bidang kedokteran nuklir, yang masih relatif baru di Indonesia.
"Implementasi dari kemitraan ini salah satunya adalah komitmen untuk memperkuat kolaborasi multistakeholder dalam perawatan onkologi berbasis kedokteran nuklir.” ujarnya.
Kemitraan ini akan menghadirkan program Workshop for Facilitators yang berfokus pada pelatihan tenaga kesehatan khususnya di bidang kedokteran nuklir.
Program ini akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di bidang kedokteran nuklir onkologi, termasuk:
- Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir/ Perhimpunan Kedokteran Nuklir dan Teranostik Molekuler Indonesia (PKN-TMI)
- Radiografer/ Perhimpunan Radiografer Indonesia (PARI)
- Fisikawan Medis/ Aliansi Fisikawan Medik Indonesia (AFISMI)
- Teknisi Biomedis/ Ikatan Elektromedis Indonesia (IKATEMI)
Dr. Ayu Rosemeilia Dewi, SpKN-TM(K), FANMB, Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir RS Kanker Dharmais, menjelaskan program ini bertujuan untuk memperkuat keahlian di bidang kedokteran nuklir onkologi dengan membekali pelatih dari masing-masing profesi dengan pengetahuan lanjutan serta keterampilan praktis.
Pendekatan ini, katanya, tidak hanya memastikan optimalisasi penggunaan teknologi medis mutakhir, tetapi juga mendukung transformasi layanan kanker berbasis multidisiplin di Indonesia.
"Melibatkan berbagai profesi seperti dokter, radiografer, fisikawan medis, dan teknisi biomedis dalam program pelatihan ini adalah kunci keberhasilan untuk memastikan teknologi canggih dapat dimanfaatkan secara efektif, demi meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia.” ujarnya.