Bisnis.com, JAKARTA - Stem cell (sel punca) merupakan sel biologis yang mampu memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, sementara secretome adalah molekul bioaktif hasil ekskresi sel punca yang bekerja tanpa perlu transplantasi sel langsung.
Terapi ini telah dikembangkan untuk lebih dari 80 penyakit, dari leukemia, cerebral palsy, hingga osteoartritis dan Alzheimer, menurut data National Institutes of Health (2021).
Terapi stem cell kini tidak hanya untuk mengobati, tapi juga untuk menunda penuaan dini, mempercepat pemulihan atlet, menjaga fungsi kognitif, hingga menjadi bagian dari program wellness dan medical tourism yang sedang berkembang pesat di Asia Tenggara.
Menurut Grand View Research (2023), pasar terapi stem cell diproyeksikan mencapai USD39,6 miliar (setara Rp644,5 miliar) pada 2025, didorong oleh meningkatnya kebutuhan akan layanan kesehatan yang lebih personal, efisien, dan regeneratif.
Ketika tubuh tak lagi mampu memulihkan diri secara alami, terapi stem cell (punca) menjadi pintu masuk bagi harapan baru.
Tidak hanya bagi lansia yang menghadapi nyeri sendi dan kepikunan dini, terapi ini juga mulai menjadi pilihan bagi anak-anak dengan gangguan kronis seperti ADHD, serta generasi muda usia 30-an yang diam-diam mulai mengalami penurunan fungsi tubuh akibat gaya hidup urban dan stres berkepanjangan.
“Terapi stem cell bukan hanya transplantasi, tapi memanfaatkan kemampuan alami tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Secretome bahkan memberikan efek regeneratif kuat tanpa efek samping berbahaya,” jelas dr. Sandy Qlintang M.Biomed, President Director PT Bifarma Adiluhung Stem Cell Regenic dalam acara peluncuran Layanan Stemcell & Secretome Wellness Therapy, hasil Kolaborasi Regenic by PT Bifarma Adiluhung, anak Perusahaan PT Kalbe Farma dan Laboratorium Intibios.
Menurut studi yang dipublikasikan oleh Cell Stem Cell (2023), cadangan stem cell dalam tubuh manusia mulai menurun drastis saat memasuki usia 30-an. Ini menyebabkan tubuh lebih lambat menyembuhkan luka, memperbaiki jaringan, dan menghadapi penyakit kronis.
"Generasi muda hari ini terlihat sehat di luar, tapi banyak yang mengalami penuaan biologis dini karena paparan stres, polusi, dan pola hidup instan," ujar dr. Sandy.
Selain itu, sebuah studi yang diterbitkan dalam Stem Cell Research & Therapy (2023), para peneliti menemukan bahwa secretome yang diekstraksi dari stem cell muda mampu memulihkan fungsi stem cell lansia dengan mengembalikan ekspresi gen dan kemampuan diferensiasi sel yang menandakan adanya harapan baru dalam perawatan penuaan.
Tak hanya itu, riset Journal of Translational Medicine (2022) juga menunjukkan potensi terapi stem cell dan secretome dalam mengurangi peradangan saraf pada anak-anak dengan neurodevelopmental disorders seperti ADHD dan autisme, membuka cakrawala baru dalam dunia terapi non-obat yang lebih personal dan minim efek samping.
“Dengan beragam manfaat dari terapi stem cell dan secretome, maka kolaborasi Regenic dan Intibios bukan hanya inovasi layanan kesehatan, tetapi langkah penting menuju masa depan pengobatan yang preventif dan personal. Terapi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara menyeluruh, muulai dari anti-aging, pemulihan pasca trauma, hingga perbaikan sel otak dan saraf,” kata Drs. Iman Pambagyo, M.A., President Director Intibios.
Drs. Iman menambahkan, masa depan kesehatan adalah regeneratif. Lewat kolaborasi dengan Regenic, Intibios berkomitmen menghadirkan terapi yang tidak hanya bersifat kuratif, tetapi juga preventif dan promotif.
Regenic merupakan satu-satunya produsen stem cell bersertifikasi cGMP dari industri farmasi di Indonesia, dan telah beroperasi sejak 2013 dengan afiliasi langsung ke Stem Cell & Cancer Institute (SCI). Sumber stem cell Regenic berasal dari donor tali pusat bayi pertama dengan profil genetik sehat dari ibu berusia di bawah 25 tahun, yang kini telah berkembang menjadi lebih dari 10 triliun sel.
"Seluruh proses produksi dijalankan dengan teknologi mutakhir dan sesuai regulasi Kementerian Kesehatan serta BPOM. Ini adalah bentuk komitmen kami agar seluruh keluarga Indonesia bisa mengakses terapi yang aman dan berkualitas," tambah dr. Sandy.