Stem cell atau sel punca/BPOM
Health

Terapi Sel dan Stem Cell untuk Menopause dan Andropause

Mia Chitra Dinisari
Senin, 24 Maret 2025 - 13:50
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Di usia lansia, pria dan perempuan akan mengalami yang namanya menopause dan andropause.

Ini merupakan fase alami yang menandai penurunan produksi hormon seksual estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-laki akibat penuaan sel-sel reproduksi dan disfungsi organ endokrin.

Kondisi ini tidak hanya memicu gejala fisik seperti hot flashes, osteoporosis, dan penurunan massa otot, tetapi juga gangguan psikologis serta peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan neurodegeneratif.

Terapi penggantian hormon (HRT) konvensional sering kali hanya bersifat simtomatik dan membawa risiko efek samping jangka panjang.

Dilansir dari laman kemenkes, kini ada terapi sel, terapi gen, dan stem cell untuk regenerasi organ reproduksi dari sel autolog.

Terapi sel ini,bertujuan menggantikan atau memperbaiki sel-sel yang rusak di ovarium atau testis menggunakan sel sehat dari sumber autolog (pasien sendiri) atau alogenik (donor). Pada menopause, sel granulosa ovarium yang berperan dalam produksi estrogen—mengalami apoptosis massal.

Terapi gen menargetkan gen yang terkait dengan penuaan seluler dan fungsi endokrin. Contohnya, penggunaan vektor virus (AAV atau lentivirus) untuk mengirim gen FOXO3 (pengatur stres oksidatif) atau CYP19A1 (aromatase, enzim pengubah androgen menjadi estrogen) ke sel ovarium atau testis. Pendekatan lain adalah menghambat ekspresi gen pro-apoptosis seperti Bax atau Caspase-3 menggunakan siRNA, sehingga memperpanjang usia sel penghasil hormon.

    Skalabilitas produksi terapi ini masih menjadi hambatan utama. Biaya produksi vektor AAV untuk terapi gen mencapai $500.000 per dosis, sementara diferensiasi iPSC memerlukan waktu 3–6 bulan per pasien. Platform manufaktur otomatis seperti bioreaktor closed-system dan penggunaan AI untuk optimasi kondisi kultur mulai diterapkan untuk menekan biaya.

    Selain itu, kurangnya biomarker spesifik untuk memantau respons terapi menghambat personalisasi dosis. Pengembangan liquid biopsy untuk mendeteksi DNA seluler bebas (cfDNA) dari sel yang ditransplantasi bisa menjadi solusi, seperti yang diujicobakan dalam studi REPAIR-MENO (2024).

    Integrasi dengan Gaya Hidup dan Terapi Konvensional

    Terapi regeneratif tidak berdiri sendiri. Kombinasi dengan intervensi gaya hidup (diet rendah inflamasi, latihan resistensi) dan obat-obatan adjuvant seperti senolitik (misalnya dasatinib) dapat memperkuat efek regenerasi. Senolitik membersihkan sel-sel senesen di ovarium dan testis, menciptakan lingkungan mikro yang lebih kondusif untuk implantasi sel baru. Uji kombinasi senolitik + MSC pada tikus betina tua meningkatkan keberhasilan transplantasi sel granulosa dari 30% menjadi 70%.

    Bagikan

    Artikel Terkait

    Berita Lainnya

    Berita Terkini

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Terpopuler

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

    Rekomendasi Kami

    Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro