Ilustrasi/Antara
Health

Waspadai Dampak Buruknya Anak Bekerja Sejak Kecil

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 3 September 2016 - 09:31
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kerap kita mendengar kabar atau membaca berita mengenai berbagai mantan artis cilik yang tumbuh menjadi remaja bermasalah atau selebritas dewasa pencari sensasi. Fenomena itu begitu jamak; tidak hanya di kalangan pesohor Indonesia, tapi juga dunia.

Jika Anda googling daftar mantan artis cilik yang tumbuh menjadi selebritas dunia dengan segudang masalah, setidaknya nama-nama seperti Macaulay Culkin, Justin Bieber, Amanda Bynes, Britney Spears, Shia LaBeouf, Lindsay Lohan, atau Miley Cyrus akan bermunculan.

Publik selalu dibikin heran, bagaimana bisa kebanyakan artis cilik dengan segudang prestasi dan pernah menginspirasi banyak anak lain tiba-tiba berubah menjadi remaja atau orang dewasa bermasalah dan lekat dengan pemberitaan miring.

Lantas, mengapa fenomena tersebut bisa terjadi? Apa yang menyebabkan seorang anak tumbuh menjadi remaja bermasalah, padahal semasa kecil dia banyak mendulang prestasi? Bagaimana cara mencegahnya agar tidak terjadi pada anak Anda?

Sebenarnya kasus anak yang tumbuh menjadi remaja nakal tidak hanya rentan dialami artis cilik, tapi pada semua anak yang terpaksa atau dipaksa bekerja sejak kecil. Kehilangan periode bermain saat usia SD bisa berakibat fatal bagi tumbuh kembang anak.

Banyak orang tua masa kini yang beranggapan bahwa anak harus bisa mandiri sejak dini. Hal tersebut tidaklah salah, tapi mendidik anak untuk mandiri bukan berarti mengajarkan mereka untuk bekerja mencari nafkah sejak usianya masih hijau.

Di Indonesia, kebanyakan anak terpaksa bekerja karena dituntut menopang keluarganya yang kurang mampu. Di negara-negara yang sudah lebih maju, seperti Amerika Serikat, anak-anak digembleng untuk mandiri dengan mencari pekerjaan sendiri sejak kecil.

Misalnya saja sebagai loper koran atau pengasuh paruh waktu. Mereka dididik untuk mencari pekerjaan sejak dini untuk melatih kemandirian mental mereka. Hal tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya salah.

Namun, ilmuwan perilaku manusia dari Rand Corp. Rajeev Ramchand menggarisbawahi adanya potensi laten seorang anak yang terbiasa bekerja sejak kecil untuk tumbuh menjadi remaja pembangkang, rentan terjerumus alkohol, narkoba, rokok, dan gemar berkelahi.

Rajeev melakukan penelitian yang tercatat di American Journal of Preventive Medicine tentang kaitan beban kerja pada anak terhadap perilaku negatif mereka semasa remaja atau dewasa.

“Kami paham bahwa bekerja memang bisa menimbulkan hal positif, tapi jangan lupa bahwa saat anak-anak bekerja, mereka lebih rentan terpapar hal-hal yang lebih buruk,” ungkapnya, dikutip dari Reuters.

Dia menyurvei 5.147 anak setingkat kelas 5 SD dan orang tuanya di Birmingham, Los Angeles, dan Houston. Riset dilakukan selama 2004-2006 dan didapati fakta bahwa sekitar 1 dari 5 anak yang diteliti mengaku memiliki pekerjaan sampingan. 

Hasilnya, anak-anak yang bekerja dua kali lipat memiliki kecenderungan menjadi alkoholik ketimbang temannya yang tidak bekerja. Mereka juga tiga kali lipat lebih leluasa terpapar penyalahgunaan ganja, rokok, dan terserempet masalah hukum.

Tidak hanya itu, anak-anak yang bekerja sejak kecil 1,5 kali lipat lebih cenderung terlibat perkelahian, dan dua kali lipat lebih sering terlibat kasus permasalahan keluarga hingga kabur dari rumah.

Rajeev berpendapat fenomena ‘good kids gone bad’ (anak baik-baik menjadi nakal) disebabkan karena orang tua mereka melonggarkan pengawasan saat mereka bekerja. Mereka tidak tahu apa yang dilakukan anak-anaknya ketika bekerja.

“Seharusnya orang tua konsisten memantau apa yang dilakukan anak-anaknya, di manapun. Tanyakan dan diskusikan dengan orang-orang terkait tentang apa saja yang dilakukan si anak selama bekerja,” tegasnya.

Ketimbang memaksakan anak untuk mencari uang sejak dini, orang tua seharusnya lebih terbebani untuk mendidik buah hatinya menjadi generasi yang bermoral, berkarakter, dan bertanggung jawab.

Biar bagaimanapun, kehilangan masa bermain saat anak-anak akan memengaruhi keseimbangan psikis seseorang ketika beranjak dewasa. Apalagi, jika periode kritis tersebut luput dari atensi orang tuanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro