Air Susu Ibu. /Bisnis.com
Health

Ini Bahayanya Menggunakan ASI dari Pendonor

Nindya Aldila
Selasa, 17 Oktober 2017 - 13:07
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Tidak bisa dipungkiri, donor ASI memamg dibutuhkan oleh para ibu yang tidak bisa memberi ASI eksklusif pada bayinya. Tapi, jangan sembarang menerima donor ASI.

Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Elizabeth Yohmi menjelaskan bahwa donor ASI memang dibutuhkan. Tetapi, fakta yang berkembang sekarang ini berbeda. Praktik donor ASI di Indonesia sudah berjalan ke arah yang tidak terkendali.

Era media sosial membuat komunikasi antara pendonor dan penerima ASI semakin mudah. Sering pencarian donor ASI beredar di grup-grup pesan instan atau media pertemanan sosial.

Memanfaatkan ASI dari pendonor memiliki keuntungan dan kerugian. Sebagai alternatif makanan bayi, ASI donor memang terbaik karena paling bisa ditoleransi. Namun, meskipun ASI adalah susu, tetapi ASI sebenarnya adalah produk darah yang dapat mentransfer berbagai penyakit.

“Kasus yang paling sering ditemui adalah penularan virus HIV, CMV, hepatitis B dan C, dan HTLV [virus pemicu leukemia dan limfoma],” jelas Elizabeth.

Yohmi melanjutkan, Badan Pencegahan dan Penularan Penyakit Amerika Serikat (CDC) tidak merekmondasikan ASI donor tanpa didahului proses penapisan. Dalam proses ini, penapisan tidak hanya dilakukan pada ASI, tetapi juga ibu pendonor.

“Pertanyaan yang biasa ditanyakan meliputi, apakah ibu menerima transfusi dalam 12 bulan terakhir, apakah minum alkohol, sedang minum obat hormonal, dan apakah vegetarian yang akan berdampak pada kualitas ASI,” paparnya.

Pedoman WHO

Setelah itu, ASI donor harus diperas dan disimpan dengan cara yang benar, bahkan dipasteurisasi. Pedoman WHO menyatakan sebelum diberikan kepada resipien, ASI harus dikultur dulu atau ditanam di media untuk memantau kemungkinan pertumbuhan kuman.

“Jadi tidak semudah itu memberi donor ASI. Belum lagi bicara penyimpanan dan idealnya pengiriman harus diperlakukan seperti darah. Yaitu disimpan dalam kotak pendingin khusus dan petugas pengelolaaannya menggunakan alat pelindung diri,” tambah Yohmi.

Data terbaru HIV di Indonesia menunjukkan tren kenaikan. Kasus HIV prenatal juga cukup tinggi, yaitu 2,8% transmisi yang mendapatkan virus dari transmisi ibu ke anak.

Yohmi menambahkan bahwa pembentukan Bank ASI di Indonesia masih terhampat persolan peraturan, terutama untuk kalangan muslim yang melarang pernikahan antara saudara sepersusuan. Selain itu, dana untuk melakukan penapisan dan fasilitas penyimpanan ASI juga masih sulit.

“Media penting untuk memberikan sosialiasi yang benar. Edukasi paling penting adalah mengajak ibu hamil mempersiapkan proses pemberian ASI sejak dini. Antara lain dengan mengikuti kelas laktasi, minimal dua kali selama kehamilan.”

Penulis : Nindya Aldila
Editor : Nancy Junita
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro