BISNIS.COM, PEKANBARU-Hotel Grand Elite Pekanbaru menggenjot segmen korporat untuk memaksimalkan tingkat okupansi, sekaligus sebagai strategi untuk menyiasati minimnya event nasional di Pekanbaru.
"Tahun ini event nasional memang tidak sebanyak tahun lalu. Kami harus menggenjot segmen korporat, karena memang sulit untuk berharap dari event nasional dan kunjungan pribadi," ujar General Manager Grand Elite Pekanbaru Lusiyanti kepada Bisnis, Rabu (16/5/2013).
Segmen korporat dinilai lebih cocok dengan kondisi Pekanbaru, karena sebagian besar pendatang ke Pekanbaru untuk urusan bisnis.
Selama ini klien korporat Grand Elite Pekanbaru berasal dari berbagai negara, seperti Korea, Taiwan, dan Singapura. Mereka banyak menjalankan bisnis di sektor perkebunan dan alat berat.
Membidik segmen korporat, lanjutnya, juga memberikan jaminan jangka panjang. Pasalnya, pelanggan korporat menggunakan pola menginap long stay. "Kalau pengunjung pribadi rata-rata mereka menginap 2--3 hari. Pelanggan korporat bahkan ada yang sampai berbulan-bulan," terangnya.
Teranyar, hotel bintang empat tersebut baru saja mendapatkan dua klien korporat, yakni Royal Thai Force dan Singapore Air Force. Kedua klien tersebut berkomitmen untuk menggunakan sistem long stay.
Lusiyanti optimistis jumlah klien korporat Grand Elite bakal terus bertambah seiring dengan peningkatan pelayanan hotel. Salah satu andalannya adalah fasilitas spa yang diklaim termewah di Indonesia.
"Kamar hotel Grand Elite minimal luasnya 36 meter persegi, itu yang terluas di Pekanbaru untuk kelas superior. Untuk tahun ini kami targetkan 65% tamu berasal dari segmen korporat," ungkapnya.
Target segmen korporat, lanjutnya, membuat Grand Elite tidak terimbas penurunan okupansi yang terjadi sepanjang 3 bulan pertama tahun ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukkan tingkat okupansi hotel berbintang di Riau pada Periode Januari--Maret 2013 hanya mencapai 38,25%, anjlok 9,23% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Secara nasional, okupansi hotel berbintang di Riau bulan Maret menduduki urutan keenam terendah di Indonesia. Adapun tingkat penghunian terendah terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan tingkat okupansi mencapai 43,61%.
Lusiyanti menambahkan anjloknya okupansi di kuartal I tahun ini disebabkan oleh pertumbuhan hotel di Pekanbaru yang terlalu tinggi beberapa tahun belakangan ini. "Banyak pebisnis hotel yang mengincar even nasional lalu membangun hotel, akibatnya jumlah kamar hotel berbintang di Pekanbaru over supplly. Sekarang, kecenderungan pengelola bahkan menjual kamar bintang 5 dengan harga bintang 3," katanya. (mfm)